Menegur
adalah salah satu normal yang paling penting yang harus dilakukan oleh orang
percaya menurut Alkitab. Di dalam Amsal dikatakan bahwa orang yang tidak
menegur anaknya adalah orang tua yang sebenarnya benci kepada anaknya. Dia
adalah seorang yang egois, mementingkan perasaannya, dan demi perasaan itu dia
tidak menegur anaknya yang akan mengakibatkan kehancuran bagi anaknya. Jadi,
teguran adalah suatu bentuk kasih dan teguran di dalam istilah Paulus adalah
sebuah cara untuk mengikatkan tali kasih diantara orang-orang percaya. Namun
yang menjadi masalah perihal teguran adalah tidak ada orang yang suka ditegur.
Semua orang suka disanjung dan dipuji. Itu adalah sikap manusiawi sebagai
seorang manusia yang memiliki atribut kekudusan, yaitu kita benci dengan
kejahatan atau kesalahan. Ketika kesalahan atau kejahatan kita diperlihatkan
maka kita merasa rishi dan sangat tidak suka. Sikap orang yang ditegur ini
seringkali dianggap sebagai sebuah sikap yang tidak bijaksana atau sikap yang
tidak Alkitabiah dan menganggap setiap orang yang berdosa seharusnya siap untuk
ditegur, seharusnya membuka diri untuk dikoreksi. Memang benar setiap orang
harus siap untuk ditegur, namun bukan otomatis orang yang ditegur tidak ada
perasaan malu dan tidak suka ketika kesalahannya diperlihatkan.
Pertanyaan
selanjutnya: apakah tepat ketika seseorang dengan begitu garang dan bangganya
memperlihatkan kesalahan orang lain dengan dalih bahwa teguran adalah sesuatu
yang harus dilakukan. Membukakan kesalahan adalah sesuatu yang wajib orang
nasrani lakukan? Memang betul memberikan teguran adalah salah satu normal yang harus
dilakukan oleh setiap orang nasrani sebagai bentuk kasihnya kepada sesama.
Namun yang harus menjadi catatan penting bagi kita adalah ketika kita
memberikan teguran, memperlihatkan “borok” sesama kita, maka perasaan yang
tepat yang kita miliki ketika melakukan itu adalah kita memiliki rasa risih
sebagai mana orang yang kita tegur, kita juga merasa itu merupakan sesuatu yang
tidak nyaman dilakukan karena pasti akan menyakitkan dan membuat terluka sesama
kita. Sebagaimana yang dikatakan oleh Paulus di 2 Korintus 7:8 bahwa dia menyesal
dengan teguran yang dia telah berikan kepada saudara seimannya ketika dia
membuka tabir kebobrokan mereka. Namun demi kasih, demi sehatnya kerohanian
mereka maka Paulus mengatakan dia tidak menyesal untuk melakukan hal yang
menyakitkan itu.
Demikianlah
seharusnya sikap yang tepat di dalam menegur: luka dan kasih. Kita terluka
untuk memperlihatkan kebobrokan saudara kita, tetapi kita melakukan itu atas
dasar kasih kepada mereka. Seringkali kita terjebak di dalam satu hal yaitu “kasih”.
Kita dengan semangat menegur saudara kita bahkan kasih kita tersebut dirasuki
oleh kebencian. Kita menegur saudara kita agar dia tersakiti, agar dia
terjatuh, agar dia tidak mampu bangkit lagi. Demi menyatakan kemarahan kita
semata. Kasih yang demikian bukanlah kasih yang murni karena tidak ada luka
yang kita rasakan ketika kita menegur saudara kita. Maki kita bersikap fair,
maki kita memiliki sikap yang seimbang di dalam menjalankan salah satu cara
hidup Kristen yang terpenting yaitu teguran.