Monday 18 April 2016

Renungan: Jangan Terlalu Cepat "Menonjok Wajah" Orang Lain.

Renungan Untuk Tidak Terlalu Cepat "Menonjok Wajah" orang Lain, tapi lupa untuk "memukul dada sambil menunddukan kepala".

Let's be humble.

Beginilah kisahnya:
"Wahai Syaikh..!"
ujar seorang pemuda,
"Manakah yang lebih baik, seorang muslim yang banyak ibadahnya tetapi akhlaqnya buruk ataukah seorang yang tak beribadah tapi amat baik perangainya pada sesama."
"Subhaanallah, keduanya baik", ujar sang Syaikh sambil tersenyum.
"Mengapa bisa begitu?"
"Karena orang yang tekun beribadah itu boleh jadi kelak akan dibimbing Allah untuk berakhlaq mulia bersebab ibadahnya.
Dan karena orang yang baik perilakunya itu boleh jadi kelak akan dibimbing Allah untuk semakin taat kepadaNya."
"Jadi siapa yang lebih buruk?", desak si pemuda.
Airmata mengalir di pipi sang Syaikh. "Kita Anakku", ujar beliau.
"Kitalah yang layak disebut buruk sebab kita gemar sekali menghabiskan waktu untuk menilai orang lain dan melupakan diri kita sendiri."
Beliau terisak-isak.
"Padahal kita akan dihadapkan pada Allah dan ditanyai tentang diri kita, bukan tentang orang lain.


Film Eye in the sky - Sebuah Dilema Etika

Eye in the sky adalah film yang bagus karena mengajak kita untuk berfikir juga Apa yang menjadi solusi permasalahan yg ada. Inti Dari persoapan film ini adalah tentara Amerika sedang memata-matai para teroris yang sedang berkumpul di dalam satu ruangan dimana mereka berencana untuk melakukan bom bunuh diri. Menurut perhitungan para ahli, bom bunuh diri tersebut mampu membunuh 80 orang. Dengan kondisi tersebut, maka kesempatan tentara Amerika untuk membunuh mereka dengan bom kendali jarak jauh sebelum mereka melakukan bom bunuh diri.


Namun, altetnatif tersebut bukannya tidak memiliki resiko. Resikonya adalah warna di sekitar rumah yang ingin dihancurkan oleh tentara Amerika tersebut banyak warga sipil. Dimana mungkin ada 4 orang yang akan mati terkena bom kendali jarak jauh tersebut.

Karena kedua pilihan tersebut, maka tentara Amerika harus menimbang-nimbang pilihan mrk.

Ringkasan pilihan tersebut sbb:
1. Membiarkan para teroris tetap hidup keluar Dari rumah tersebut dengan kemungkinan bom bunuh diri mereka akan membunuh 80 orang.
2. Menghancurkan rumah dimana ada 2 orang pem bom bunuh diri tersebut namun resikonya orang di sekitar akan mati. Mungkin 4 orang. Salah satu diantaranya adalah seorang anak gadis yang sedang berjualan yang ada di dekat rumah yabg ingin dihancurkan tentara Amerika tersebut.

Beberapa tokoh yang memiliki pertimbangan:
1. Kolonel & para Perwira: menghancurkan rumah para teroris tersebut dengan pertimbangan warga sipil yang lebih besar yang sedang terancam oleh bom bunuh diri tersebut.
2. Wanita diplomat: memilih Untuk tidak membom tempat tersebut. Dengan pertimbangan bahwa Amerika memiliki tanggungjawab moral untuk mempertahankan nyawa, bukan mengorbankan nyawa dengan alasan apapun. Jikalaupun ketika mereka tidak membom tempat tersebut dan para teroris bisa berkeliaran dan melakukan bunuh diri, tanggungjawab tidak ada di tangan Amerika Serikat, tetapi para teroris tersebut.

Di dalam memilih yang mana harus dilakukan, maka mereka memiliki beberapa unsur yang harus dipertimbangkan:
1. Apakah keputusan mereka tidak bertentangan dengan konstitusi?
2. Apakah secara politis keputusan mereka berpengaruh terhadap hubungan luar negeri atau memiliki perang dengan negara yang bersangkutan?
3. Berapa jumlah korban jiwa jikalau mereka memilih salah satu opsi.

Di dalam pertimbangan yang panjang, maka Amerika Serikat memilih untuk opsi untuk meledakkan rumah para teroris tersebut, sebelum mereka beraksi. Pertimbangan tersebut dilakukan dengan penuh pergulatan. Mereka menimbang bahwa keputusan itu: tikak bertentangan dengan konstitusi. Secara politis mereka mungkin memiliki hubungan yang tidak baik dengan negara tersebut, namun isu itu bisa dibungkus oleh kepentingan masyarakat yang lebih banyak. Dibungkus dengan alasan bahwa demi untuk melindungi jawa puluhan orang lainnya. Dan memudian mereka berusaha meminimalisir korban jiwa yang akan terjadi dengan opsi mereka tersebut. Sebagaimanapun usaha mereka tetap ada korban jiwa. Salah satu korban jiwanya adalah seorang anak kecil yang berjualan di samping tembok rumah tersebut.

Ini adalah sebuah dilema di dalam mengambil keputusan dimana semua keputusan memiliki resiko. Mungkin ada yang memilih pertimbangan: JANGAN DILEDAKKAN, karena tanggungjawab kita adalah melindungi nyawa orang yang ada di sekitar rumah tersebut. Dengan alasan:
1. Bahwa urusan setelah itu, adalah tanggungjawab para teroris ketika mereka membunuh puluhan orang dengan bom diri mereka. Tanggungjawab kita adalah melindungi nyawa, bukan membunuh nyawa orang yang tidak bersalah. Mengapa dikatakan membunuh nyawa? Karena ketika meledakkan rumah tersebut, maka salah satu pertibangan kita secara sadar bahwa akan ada korban jiwa dari peledakan tersebut dan kita memilih untuk secara aktif untuk korban jiwa tersebut menjadi benar-benar ada.
2. Kita tidak tahu apa yang terjadi setelah itu. Mungkin saja bom bunuh diri itu tidak akan terjadi. Itu adalah pertimbangan dan sikap antisipatif kita semata. Namun belum tentu hal tersebut akan terjadi. Kewajiban kita adalah sesuatu yang ada di depan mata kita, terlebih jikalau sesuatu yang terjadi di depan mata itu adalah keputuan kita.

Argumen tersebut memang rasional, tapi memiliki pertimbangan yang cukup NAIF ketika kita hidup di dalam dunia ini. Mengapa? Sikap antisipatif adalah sikap yang kita selalu jalankan di dalam dunia. Kita selalu mewanti-wanti, kita selalu menimbang-nimbang segala sesuatu kemungkinan yang terjadi. Perhitungan adalah riil di dalam kehidupan kita. Ketika kita memilih kampus biasanya kita memilih yang terbaik menurut pertimbangan kita. Kita akan memilih kampus dimana kita sekolah yang kemungkinan akan membawa masa depan kita yang lebih baik. Jadi, seringkali di dalam kehidupan kita, kita menimbang-nimbang result yang akan terjadi. Jadi, jikalau dengan alasan bahwa pertimbangan kita tidak harus terjadi memang benar, tetapi secara umum untuk mendapatkan keputusan yang terbaik, kita menggunakan pertimbangan.

Secara pribadi saya lebih memilih opsi untuk meledakkan tempat tersebut dan membiarkan ada korban jiwa ketika peledakan tempat tersebut karena secara perhitungan, maka resiko ini lebih kecil. Dan kita juga bertanggungjawab untuk melindungi nyawa orang yang lebih banyak lagi. Namun dengan beberapa langkah yang harus ditempuh: meminimalisir dengan usaha bahwa korban jiwa yang akan ditelan dengan keputusan kita sampai kepada angka "nol". Ketika hal tersebut tidak terjadi, maka dengan segala maaf dan sikap yang berat hati saya akan tetap memilih untuk opsi ini.

Tentu hal ini adalah keputusan yang bias. Keputusan tersebut mungkin akan lebih berat ketika korban jiwa yang minim itu salah satunya adalah anggota keluarga saya, seperti ayah, ibu atau anak saya. Mungkin keputusan itu lebih berat. Tetapi sejauh ini, pilihan saya tetap ada di dalam bagian: MEMILIH KORBAN JIWA YANG MINIM daripada sikap PEMBIARAN secara AKTIF terhadap korban jiwa yang lebih besar.

Artikel Terpopuler

Saturn Devouring His Son - Fransico Goya (1819)

Salah satu lukisan yang paling mengerikan sepanjang sejarah: Saturn devouring his son yang dilukis oleh pelukis spanyol Francisco Goya (18...