Monday 29 June 2015

Perihal Kebijaksanaan #3: Hidup Memiliki Aturan/ Pemerintah dan Hidup untuk Bekerja.



6 Hai pemalas, pergilah kepada semut, perhatikanlah lakunya dan jadilah bijak: 7 biarpun tidak ada pemimpinnya, pengaturnya atau penguasanya, 8 ia menyediakan rotinya di musim panas, dan mengumpulkan makanannya pada waktu panen. 9 Hai pemalas, berapa lama lagi engkau berbaring? Bilakah engkau akan bangun dari tidurmu? 10 "Tidur sebentar lagi, mengantuk sebentar lagi, melipat tangan sebentar lagi untuk tinggal berbaring" 11 maka datanglah kemiskinan kepadamu seperti seorang penyerbu, dan kekurangan seperti orang yang bersenjata. (Amsal 6:6-11)

Pada bagian ini, orang Kristen yang ingin bijaksana diminta untuk belajar dari semut. Tuhan memberikan kebijaksanaan ciptaan-Nya agar manusia yang tidak bijaksana bisa hidup berbijaksana. Orang-orang yang terlalu bebal haruslah melihat kehidupan binatang lebih baik dari kehidupan mereka, binatang memiliki kebijaksanaan lebih daripada orang yang malas, bebal, dan bodoh. Harusnya sindiran ini menggerakkan setiap orang Kristen untuk hidup lebih bijaksana.
Beberapa karakter orang yang bijak yang bisa dipelajari dari semut:
1.    Hidup seolah-olah memiliki pemimpin. Manusia diciptakan sebagai makhluk yang memiliki pemerintahan. Baik manusia yang memerintah atau manusia yang diperintah. Ketika manusia diciptakan maka manusia tercipta sebagai makhluk yang memerintah ciptaan lain. Binatang, tumbuhan, dan seluruh alam tunduk kepada manusia sebagai perwakilan Allah. Namun manusia tidak hanya tercipta sebagai yang memerintah tetapi manusia dicipta untuk diperintah. Manusia harus tunduk kepada seluruh aturan Allah sehingga manusia mengerti bagaimana hidup sebagai manusia ciptaan Allah yang sejati. Jikalau manusia tidak tunduk, maka mereka menjadi orang yang paling malang, paling berdosa, dan hidup terlepas dari sumber sukacita dan sumber kehidupan. Demikian juga manusia yang masih menjadi anak. Ketika manusia lahir ke dalam dunia, maka salah satu kewajiban manusia itu adalah siap untuk diperintah, harus siap untuk tunduk kepada manusia yang melahirkan mereka, yaitu ayah dan ibu mereka. Anak yang baik menurut Taurat Tuhan adalah anak yang menghormati orang tua. Bahkan Yesus sendiripun ketika berada di dalam dunia, Alkitab mengatakan bahwa Dia takhluk kepada Maria dan Yusuf. Luk. 2:51 mengatakan Yesus hidup asuhan mereka. Tetapi di dalam bahasa aslinya mengatakan bahwa Yesus takhluk kepada mereka. Demikianlah manusia, manusia harus tunduk kepada otoritas atau aturan yang ada. Ketika otoritas atau aturan tidak ada, maka hiduplah seolah-olah memiliki aturan. Apa yang menjadi aturan manusia ketika manusia tidak memiliki otoritas di dalam suatu waktu kehidupannya? Yaitu Allah dan Firman-Nya. Seringkali anak rantau menjadi rusak karena tidak berlaku seolah-olah memiliki pemimpin. Mereka hidup dengan semena-mena, hidup dengan sebebas-bebasnya karena sudah terlepas dari otoritas orang tua. Akhirnya anak yang memiliki kapasitas yang luar biasa, yang sedang berkembang, hancur ditengah jalan.
Melalui bagian ini kita juga harus mengerti bahwa manusia yang memiliki kerohanian yang baik adalah manusia yang selain hidup sebagai pemimpin harus bertindak sebagai seorang yang hidup sebagai orang yang dipimpin. Jikalau tidak manusia yang hanya ingin memimpin akan menjadi manusia yang semena-mena, memaksakan kehendak, dan hidup berdasarkan standard sendiri. Manusia yang tanpa pemimpin atau merasa tanpa dipimpin akan menjadi manusia yang angkuh dan tidak memiliki kerendahan hati. Begitu banyak orang yang memiliki penyakit ini: hidup sebagai pemimpin dan tidak mau hidup sebagai orang yang dipimpin. Bahkan orang seperti ini adalah orang yang mau memimpin pemimpinnya. Orang tersebut adalah orang yang paling malang, orang yang paling tidak bijaksana. Mengapa? Karena dosa, kesombongan menggerogoti kerohaniannya dan dia membiarkan hal tersebut terjadi.
2.    Hidup harus bekerja dengan giat. Manusia Kristen yang bertanggungjawab dihadapan Allah adalah manusia yang bekerja. Sejak permulaan manusia diciptakan untuk ‘berkeringat’. Mereka diciptakan untuk mengolah dan menjaga ciptaan Tuhan: TUHAN Allah mengambil manusia itu dan menempatkannya dalam taman Eden untuk mengusahakan dan memelihara taman itu. (Kej. 2:15 LAI). Ketika manusia bekerja di dapan Tuhan berarti manusia beribadah kepada Tuhan. Kata yang digunakan untuk manusia mengerjakan dunia ini: “mengusahakan” dan “memelihara” adalah istilah religius. Kata menguasahakan berasal dari kata “abad” yang berarti menyembah (Allah); kata memilhara berasal dari kata “shamai” yang berarti mendengarkan/ mentatati (Allah). Sehingga dengan pasti kita bisa menyimpulkan bahwa ketika manusia bekerja maka itu adalah sebuah tindakan religius dihadapan Allah.
Seorang Kristen tidak boleh bersikap dualisme yang membedakan antara bekerja dan beribadah (ke gereja). Orang Kristen seringkali berpikir bahwa seorang yang rohani adalah seorang yang hanya setia datang dan pelayanan di gereja, atau melakukan hal-hal gerejawi dan melihat orang yang bekerja mati-matian di dunia pekerjaan adalah seorang yang sungguh sangat sekuler. Tetapi Alkitab melihat kedua hal tersebut tindakan ibadah dan bekerja adalah sebuah kegiatan rohani dihadapan Allah. Inilah orang yang bijaksana dihadapan Allah. Melakukan pekerjaan mereka, bukan karena takut kepada bos, bukan karena semata-mata mencari uang, tetapi bekerja sebagai tindakan ibadah dihadapan Allah.
Ketika seseorang sadar sedang bekerja dihadapan Allah (coram deo) maka pasti orang itu dengan sukacita, penuh kegentaran, dan dengan serius melaksanakan seluruh pekerjaannya karena dia tahu bahwa dia bekerja terutama bukan dihadapan manusia tetapi bekerja dihadapan Allah.
Amsal mengatakan efek dari tindakan bijaksana ini adalah kehidupan yang berkecukupan. Ketika seseorang bekerja dengan giat karena kesadaran yang benar, maka orang itu akan mendapatkan gaji, akan mendapatkan penghidupan. Ketika seseorang bekerja dengan serius maka orang tersebut akan mendapatkan promosi berkali-kali dan kehidupannya akan semakin baik secara ekonomi sehingga dia dan keluarganya tidak akan pernah merasa kelaparan. Inilah kebenaran umum yang terjadi di dalam hidup orang yang bijaksana.

Sunday 28 June 2015

Perihal Kebijaksanaan #2: Tidak bersandar pada pengertian sendiri, tidak menggangap diri bijak, dan menjauhi kejahatan.



5 Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri. 6 Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan meluruskan jalanmu. 7 Janganlah engkau menganggap dirimu sendiri bijak, takutlah akan TUHAN dan jauhilah kejahatan;
(Ams. 3:5-7)

1.    Tidak bersandar pada pengertian sendiri. Di dalam kehidupan seorang Kristen yang bijaksana, maka mereka tidak akan menyandarkan diri dan kehidupan mereka berdasarkan seluruh kebijaksanaan yang mereka miliki. Mereka akan mencari keputusan berdasarkan pengertian yang diberikan Allah melalui Firman-Nya. Karena itu, ketika seorang bijaksana dikatakan harusnya tidak menyandarkan atas pengertian sendiri, maka dia mencari sandaran di dalam Firman Tuhan. Mencari sandaran di dalam Firman Tuhan berarti membaca, merenungkan, dan mencintai Firman Tuhan. Karena itu seorang yang bijaksana pastilah seorang yang kesukaannya adalah membaca Taurat Tuhan. Alkitab mengatakan seorang bahwa seorang muda dijagai untuk tetap di dalam kelakuan yang baik karena Firman Tuhan.
Ketika seseorang bersadar pada pengertian sendiri, sudah hampir dapat dipastikan orang tersebut akan tersesat di dalam kehidupannya. Hampir dapat dipastikan keputusan-keputusan yang mereka lakukan adalah salah.
Suatu ketika di sebuah desa yang begitu miskin, yang tanahnya tandus, mereka memiliki kepercayaan bahwa di dalam sungai desa mereka yang berwarna merah, ada mutiara-mutiara berharga yang tidak bernilai harganya. Jikalau harta tersebut ditemukan maka seluruh desa akan menjadi kaya raya. Karena tidak tahan lagi maka tiga pemuda yang pandai berenang memutuskan untuk memberanikan diri masuk ke dalam dasar sungai tersebut dan mencari harta karun tersebut. Mereka menarik nafas dalam-dalam. Seorang pemuda setelah sampai dasar, dia merogoh-rogoh sekitarnya dan dia memegang sebuah benda bundar yang keras. Dia rasa dia menemukan harta karun tersebut dan naik ke permukaan untuk melihat apa yang dia peroleh. Dia melihat bahwa itu adalah benda hitam keras yang berkilauan. Dia merasa dia sudah mendapatkannya. Dia begitu bahagia sekali. Tetapi sebenarnya itu adalah sejenis siput yang ada di dasar sungai. Demikian juga dua pemuda yang lain merasa menemukan harta benda, ternyata mereka hanya menemukan batu yang tidak memiliki nilai.
Ketika mendengar berita tersebut maka seluruh penduduk bergerombolan melihat apa yang ditemukan oleh ketiga pemuda tersebut. Mereka yang bersandar pada pengertian mereka sendiri bergitu bersukacita karena mereka merasa sebentar lagi mereka akan kaya. Tetapi ada seorang pemuda yang mengetahui bahwa ketiga benda tersebut adalah benda-benda yang tidak ada harganya. Dia tersenyum dan hampir tertawa karena kebodohan dari seluruh penduduk namun dia menutup mulutnya dengan kain. Melihat tersebut, penduduk merasa tersinggung karena ditertawakan oleh pemuda tersebut. Mereka marah, dan mengusir pemuda tersebut.
Ketika seseorang bersadarkan pada pengertiannya sendiri, maka pasti dia merasa dirinya benar dan setiap keputusannya pasti hal yang salah dan merupakan yang bodoh. Karena itu seorang yang bijaksana harus mengandalkan Firman Tuhan di dalam kehidupannya.

2.    Menganggap diri seorang yang tidak bijaksana. Kebijaksanaan adalah sesuatu yang begitu luas, yang tidak bisa diukur. Ketika kita melihat kebijaksanaan dari jauh, maka kita merasa mengerti apa itu kebijaksanaan, tetapi ketika kita mendekatai apa itu kebijaksanaan maka kebijaksanaan tidak akan pernah habis-habisnya untuk dimengerti. Kebijaksanaan adalah tindakan nyata, tindakan praktis di dalam kehidupan sehari-hari. Kebijaksanaan berhubungan dengan bagaimana seseorang harus bertindak di dalam kondisi riil kehidupan yang begitu kompleks dan seringkali ingin menjebak umat Allah memutuskan sesuatu bukan berdasarkan hikmat Tuhan.
Karena kebijaksanaan adalah sesuatu yang begitu luas dan tidak pernah habisnya, maka tidak ada seorang manusiapun yang boleh menanggap dirinya adalah seorang yang bijaksana. Karena mereka belum sempurna di dalam kebijaksanaan. Ketika seseorang menganggap dirinya bijaksana maka pastilah orang tersebut sudah bertindak tidak bijaksana. Perkataan orang tersebut sangat tidak bijaksana sekali.
Di China Kuno pernah ada seorang yang begitu memiliki banyak buku, dia terkenal sebagai seorang kutu buku. Orang-orang disekitarnya menganggap karena dia memiliki banyak buku maka dia adalah seorang yang bijaksana. Dia juga menganggap dirinya seorang yang bijaksana karena buku-bukunya begitu banyak. Tetapi seringkali tindakan sehari-hari adalah tindakan-tindakan yang tidak bijaksana. Hari-harinya dipenuhi dengan kisah-kisah bersama buku. Pada waktu itu buku terbuat dari bambu. Agar tidak dimakan kutu, maka setiap hari dia menjemur bukunya yang begitu banyak. Selain itu setiap hari dia mengecek satu demi satu bukunya apakah ada yang rusak atau buram untuk diperbaiki; dia juga menanami bagian depan dan rumahnya dengan bambu agar punya bahan untuk menulis sehingga rumahnya tidak terlihat terlihat sebagai rumah tetapi sebagai hutan. Suatu ketika ibunya meninggal dunia. Maka dia pergi untuk melihat jenazah ibunya. Dia merasa sebagai seorang yang bijak, maka buku adalah hal yang terutama untuk dibawa. Dia membawa tiga jilid bukunya untuk dibawa pulang. Dia lupa jikalau dia seorang yang sudah tua dan tiga buku itu terlalu berat untuk dia bawa. Ketika dia berjalan sebentar maka dia merasa kelelahan dan beristirahat tentunya sebagai orang yang menganggap dirinya bijak dia membuka bukunya sambil beristirahat. Namun dia tidak bisa fokus karena begitu kelelahan. Ketika ingin memulai perjalanan maka dia bertemu dengan seorang yang lain kemudian orang tersebut mengenalnya. Lalu dia melihat si bijaksana itu membawa buku yang begitu berat, kemudian orang tersebut “Orang bijak yang bodoh! Saya kira kamu adalah orang yang bijaksana! Kamu menghabiskan waktu dan tenaga padahal kamu tidak akan pernah bisa membaca buku itu. Kamu bersusah payah untuk hal yang bodoh. Benar-benar tidak bijaksana.” Mendengar hal tersebut, dia mulai tersadar bahwa dia tidak sebijaksana apa yang dia anggap. Dia punya banyak buku tetapi bodoh.
Demikianlah orang yang menganggap dirinya bijaksana. Dia terbuai dengan rasa diri bijaksana dan akhirnya menjadi orang yang selamanya bodoh. Karena itu Alkitab mengatakan “jangan pernah anggap dirimu sebagai orang bijaksana.”

3.    Menjauhi kejahatan.
Alkitab mengatakan bahwa kondisi lingkungan mempengaruhi kerohanian dan perilaku orang Kristen. Sehingga orang Kristen diminta untuk memiliki komunitas yang sehat untuk menjadi tempat dia bergaul, bergumul, dan bertumbuh. Paulus mengatakan bahwa 1 Kor. 15:33 Janganlah kamu sesat: Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik. Seorang Kristen bukan seorang yang kebal dan tidak boleh terlalu percaya diri dengan kerohanian yang tidak akan terpengaruh oleh sekitar. Justru Paulus mengatakan bahwa ketika kita memiliki pergaulan yang buruk, maka kebiasaan atau perilaku yang baikpun akan menjadi rusak. Hidup seorang Kristen seperti air ketika dicelupkan satu tetes racun, maka seluruh air itu menjadi rusak dan mematikan. Karena itu Yesus memperingati orang Kristen jangan terpengaruhi oleh ragi orang Farisi, Saduki, dan para Herodian. Mengapa? Karena orang Kristen seperti roti. Ketika ragi masuk maka ragi itu akan bertumbuh dan mempengaruhi seluruh adonan roti sebagaimana ragi itu kehendaki. Karena itu, sebagai orang Kristen pilihlah komunitas yang sehat dan sebaik mungkin untuk menolong pertumbuhan kerohanian dan karaktermu.

Nabi Yehezkiel - Michaelangelo



Lukisan ini diinspirasi oleh kitab Yehezkiel khususnya Yehezkiel 37: 21-28. Yehezkiel adalah nabi yang berasal dari suku Lewi dan dia hidup 6 abad sebelum Kristus. Pada masa adalah masa invasi Babilonia (598-539 SM). Pada lukisan tersebut, nabi Yehezikel mengenakan sebuah syal  di kepala dan bahu nya yang biasanya digunakan ketika berdoa. Warna biru pada syal tersebut menandakan keadaan kontemplasi Yehezkiel; warna merah menandakan cinta; warna ungu pada mantelnya menandakan kondisi permohonan penghapusan dosa. Tangan kanan Yehezikel di dalam pose berdoa sembari tangan kirinya memegang Firman Tuhan yang dituliskannya. Mata Yehezkiel tepat mengarah kepada seorang anak muda di sebelah kanannya. Pose antara Yehezkiel dan pemuda tersebut menandakan sebuah perbedaan pendapat. Pemuda tersebut menginginkan Yehezkiel untuk melihat realita yang ada bahwa Tuhan sedang menghukum Israel dan Israel sedang dilanda kehancuran. Tidak ada lagi pengharapan bagi Israel. Tetapi Yehezkiel ingin mengatakan bahwa pengharapan yang dia sedang katakan adalah benar karena berasal dari Tuhan.
Tuhan menjanjikan:
1.    Memberkati Yehuda dan menjadi bertambah banyak (37:26b).
2.    Allah akan berdiam ditengah-tengah umat-Nya (37:28).
3.    Allah akan menjadi Allah mereka dan mereka akan menjadi umat Allah (37:23b; 27b).
Seringkali ketika kita melihat realita dunia yang semakin buruk, keadaan yang semakin sulit, kita kehilangan pengharapan terhadap janji-janji Tuhan. Dua hal yang harus kita ingat untuk menguatkan kita di dalam mengarungi hidup sebagai anak-anak Tuhan:
1.    Tuhan tidak pernah gagal dan
2.    Tuhan tidak pernah mengingkari janji-Nya kepada kita.
Ketika kita mengalami kesulitan, berharaplah kepada Tuhan dan janji-Nya di dalam Firman Tuhan dan di dalam penggilan hidup kita sebagai umat Allah. Ketika kita mengalami kesulitan karena dosa-dosa kita atau ketidaksetiaan kita kepada Tuhan, kembalilah kepada Tuhan, Tuhan akan mengampuni kita dan memulihkan kita. Itulah janji Tuhan.

Perihal Kebijaksanaan #1: Suka Mendengar, Suka Belajar, dan Penuh Pertimbangan.



baiklah orang bijak mendengar dan menambah ilmu dan baiklah orang yang berpengertian memperoleh bahan pertimbangan (Ams. 1:5)

Dalam bagian ini ada tiga ciri-ciri orang yang bijaksana:
1.    Suka Mendengar. Terkadang kita menjadi orang Kristen, apalagi orang yang mengerti banyak teologia, merasa diri kita tahu banyak, sikap kita menjadi orang yang lebih banyak bicara daripada mendengar, lebih banyak kritik daripada mendengarkan. Ini merupakan sebuah karakter yang tidak benar. Orang yang memiliki bijaksana adalah orang yang suka untuk mendengar. Karena itu orang Kristen banyak yang tidak bertindak bijaksana karena lebih banyak berbicara daripada mendengarkan.
Karena lebih suka berbicara maka kita menjadi orang yang lebih sering menyakiti orang lain daripada memberkati orang lain. Perkataan kita seringkali seperti pisau yang mengiris-iris hati orang lain karena merasa dihakimi oleh perkataan kita yang tidak bertanggungjawab. Karena itu tidak mengherankan Yakobus meminta orang-orang Kristen hati-hati dengan lidah kita karena lidah seperti iblis didalam manusia yang sulit untuk dikendalikan. Manusia bisa menguasai monster, bisa menguasa binatang buas sekalipun, tetapi siapakah yang bisa menguasai lidah yang begitu mengerikan?
Suatu ketika seorang tuan meminta hambanya untuk menyediakan makanan yang ternikmat di dunia untuk dihidangkan kepada tamu-tamu kehormatan sang tuan. Ketika sang tuan melihat hidangan tersebut, isinya adalah lidah. Maka sang tuan begitu keheranakan melihat hal tersebut lalu bertanya kepada hambanya, mengapa kamu menghidangkan lidah sebagai makanan yang ternikmat? Sang hamba menjawab: karena lidah memberikan berkat, mendoakan orang lain, membangun, dan memotivasi orang lain karena itu lidah adalah yang paling nikmat. Kemudian di dalam pesta yang lain sang tuan meminta hamba tersebut untuk  menyediakan makanan yang paling tidak enak. Kemudian sang hamba meng-iayakan perimtaan tuannya. Setelah tuannya melihat hidangan tersebut, dia kembali terkejut. Ternyata makanan yang paling tidak nikmatpun adalah lidah. Sang tuan bertanya lagi: mengapa kamu menghidangkan lidah lagi sebagai makanan yang paling tidak nikmat? Karena lidah mengkutuki, memfitnah, menjelek-jelekkan orang lain, menghancurkan reputasi orang lain karena itulah lidah adalah sesuatu yang paling tidak nikmat.
Seringkali perkataan kita adalah sesuatu yang tidak nikmat karena kita terlalu cepat dan terlalu sering untuk berkata-kata. Karena itu salah satu etika Alkitab adalah “Cepatlah untuk mendengar tetapi lambat untuk berkata-kata.”
2.    Menambah ilmu. Orang yang bijaksana pasti adalah orang yang menginginkan hidupnya menjadi orang yang bertindak benar, tidak salah melangkah, karena itu dia ingin mempelajari berbagai macam pengetahuan untuk membuatnya memiliki banyak pertimbangan di dalam memutuskan segala sesuatu. Seorang yang bodoh adalah seorang yang malas. Baginya menambah ilmu adalah penderitaan. Orang bodoh melihat hidup ini sudah begitu susah, bekerja begitu melelahkan, mengapa harus menambah ilmu, mengapa harus memikirkan hal-hal yang sulit? Karena itu orang bodoh tidak pernah memiliki hikmat di dalam hidupnya, dia tidak pernah mengerti bagaimana memutuskan segala sesuatu di dalam kehidupan. Mengapa? Karena dia tidak mau menambah ilmu di dalam kehidupannya.
Plato adalah seorang yang ingin menjadi orang yang bijaksana. Dia berpetualang mengarungi seluruh Yunani untuk mendapatkan ilmu dan mencari guru. Maka dia belajar kepada seorang yang memiliki begitu banyak ilmu namun rendah hati: Sokrates. Namun apakah sudah cukup bagi Plato? Belum. Dia pernah ingin pergi ke negeri timur yang jauh yang dikabarkan ada orang-orang bijaksana yang mengerti banyak hal, yaitu orang majus. Dia ingin menambah kebijaksanaan di dalam hidupnya.  Plato ingin datang bertemu dengan mereka, sujud di bawah kaki mereka dan mendengarkan pengajaran mereka. Inilah orang-orang majus.
Inilah karakter orang bijaksana, senantiasa ingin menambah ilmu.
3.    Penuh pertimbangan. Seorang yang bijaksana adalah seorang yang tidak gampang memutuskan segala sesuatu. Dia adalah seorang yang penuh dengan pertimbangan. Seorang yang bijaksana adalah seorang yang tidak terlalu gampang percaya dengan perkataan atau kabar dari atau tentang seseorang. Dia adlaah seorang yang penuh dengan pertimbangan di dalam menilai segala sesuatu. Dunia kita adalah dunia yang aneh. Mengapa? Karena terlalu susah percaya tentang Tuhan tetapi terlalu gampang percaya dengan perkataan orang lain. Karena itu gossip atau fitnah begitu gampang menyebar di dalam dunia ini. Mengapa? Dunia ini lebih banyak orang yang tidak berhikmat daripada orang yang berhikmat. Mereka tidak memiliki pertimbangan yang matang di dalam menilai perkataan orang lain. Mereka langsung menganggap apa yang dikatakan tentang orang lain sesuatu yang benar. Namun orang berhikmat adalah orang yang penuh dengan pertimbangan. Dia mengerti menilai bukanlah sesuatu yang gampang, bukan sesuatu yang bisa dilakukan di dalam satu atau dua detik. Dia harus meneliti apakah benar informasi tersebut, apakah informasi yang disampaikan tersebut komprehensif ataukah informasi itu memiliki kandungan kebencian yang ingin menjatuhkan orang lain.
Selain itu ketika dia ingin memutuskan sesuatu tentang kehidupannya, maka dia tidak memutuskan berdasarkan emosional semata. Tetapi dia memutuskan berdasarkan pertimbangan pengetahuan yang berasal dari Allah yang dia kejar dengan berbagai cara. Seorang yang berhikmat tidak akan memutuskan sesuatu ketika dia berada dalam kemarahan atau kesedihan yang mendalam dimana yang mengontrol seluruh keberadaannya hanyalah emosi semata. Mengapa tidak boleh? Karena keberadaan manusia bukan emosi semata, tetapi manusia memiliki kapasitas pengetahuan yang diberikan oleh Tuhan sebagai salah satu pertimbangan di dalam memutuskan segala sesuatu dihadadapan Tuhan.
Suatu ketika di sebuah desa, ada seorang yang semasa hidupnya bercita-cita ingin menjadi dewa. Ketika dia mendengar cerita tentang dewa, maka hatinya penuh dengan emosi, dirinya dipenuhi perasaan menginginkan untuk menjadi dewa. Dia mencari begitu banyak cara untuk menjadi dewa. Suatu ketika dia mendengar cerita yang tidak tahu dari mana bahwa ada sebuah jamur yang bisa membuat orang menjadi dewa. Jamur itu besar sekali dan warnanya indah, ada sembilan lapis. Mulai saat itu dia penuh dengan emosi kebahagiaan dengan berita tersebut maka mencari ke seluruh gunung jamur tersebut dengan tiada hentinya. Suatu hari ketika dia mencari jamur tersebut, dia merasa kelelahan dan dia duduk di dekat pohon. Dia melihat sebuah jamur yang berwarna emas, sangat besar, dan ada 9 lapis. Dia kemudian begitu dipenuhi dengan perasaan bahagia dan berkata, “Ini pastilah jamur tersebut.” Padahal dia sebenarnya sudah sering melihat jamur seperti itu. Jamur itu adalah jamur yang beracun. Tanpa menimbang-nimbang lagi hanya karena emosi semata dia membawa jamur tersebut. Dia membawa ke rumah lalu memasaknya. Dia mengatakan kepada istrinya bahwa inilah jamur yang disebut-sebut sebagai jamur yang bisa membawa orang menjadi dewa. Dia memasaknya. Tanpa menghiraukan pengetahuan yang dia miliki sebelumnya bahwa jamur itu beracun, dia memakannya. Perutnya terasa teriris-iris dan putuslah nyawanya. Anaknya yang melihat hal tersebut karena dipengaruhi oleh ayahnya yang begitu emosional dia percaya bahwa ayahnya sekarang meninggalkan raga dan menjadi dewa. Kemudian dia juga memakan jamur tersebut, dan dia pun mati. Tanpa disadari karena tidak menimbang-nimbang lagi maka mereka sekeluarga berebut untuk memakan jamur tersebut. Satu keluarga bukan menjadi dewa tetapi mati dengan sia-sia tanpa pertimbangan.

Artikel Terpopuler

Saturn Devouring His Son - Fransico Goya (1819)

Salah satu lukisan yang paling mengerikan sepanjang sejarah: Saturn devouring his son yang dilukis oleh pelukis spanyol Francisco Goya (18...