6 Hai pemalas, pergilah kepada semut, perhatikanlah lakunya dan jadilah
bijak: 7 biarpun tidak ada pemimpinnya, pengaturnya atau penguasanya, 8
ia menyediakan rotinya di musim panas, dan mengumpulkan makanannya pada waktu
panen. 9 Hai pemalas, berapa lama lagi engkau berbaring? Bilakah
engkau akan bangun dari tidurmu? 10 "Tidur sebentar lagi,
mengantuk sebentar lagi, melipat tangan sebentar lagi untuk tinggal
berbaring" 11 maka datanglah kemiskinan kepadamu seperti
seorang penyerbu, dan kekurangan seperti orang yang bersenjata. (Amsal 6:6-11)
Pada
bagian ini, orang Kristen yang ingin bijaksana diminta untuk belajar dari
semut. Tuhan memberikan kebijaksanaan ciptaan-Nya agar manusia yang tidak
bijaksana bisa hidup berbijaksana. Orang-orang yang terlalu bebal haruslah
melihat kehidupan binatang lebih baik dari kehidupan mereka, binatang memiliki
kebijaksanaan lebih daripada orang yang malas, bebal, dan bodoh. Harusnya
sindiran ini menggerakkan setiap orang Kristen untuk hidup lebih bijaksana.
Beberapa
karakter orang yang bijak yang bisa dipelajari dari semut:
1.
Hidup
seolah-olah memiliki pemimpin. Manusia diciptakan
sebagai makhluk yang memiliki pemerintahan. Baik manusia yang memerintah atau
manusia yang diperintah. Ketika manusia diciptakan maka manusia tercipta
sebagai makhluk yang memerintah ciptaan lain. Binatang, tumbuhan, dan seluruh
alam tunduk kepada manusia sebagai perwakilan Allah. Namun manusia tidak hanya
tercipta sebagai yang memerintah tetapi manusia dicipta untuk diperintah. Manusia
harus tunduk kepada seluruh aturan Allah sehingga manusia mengerti bagaimana
hidup sebagai manusia ciptaan Allah yang sejati. Jikalau manusia tidak tunduk,
maka mereka menjadi orang yang paling malang, paling berdosa, dan hidup
terlepas dari sumber sukacita dan sumber kehidupan. Demikian juga manusia yang
masih menjadi anak. Ketika manusia lahir ke dalam dunia, maka salah satu
kewajiban manusia itu adalah siap untuk diperintah, harus siap untuk tunduk
kepada manusia yang melahirkan mereka, yaitu ayah dan ibu mereka. Anak yang
baik menurut Taurat Tuhan adalah anak yang menghormati orang tua. Bahkan Yesus
sendiripun ketika berada di dalam dunia, Alkitab mengatakan bahwa Dia takhluk
kepada Maria dan Yusuf. Luk. 2:51 mengatakan Yesus hidup asuhan mereka. Tetapi
di dalam bahasa aslinya mengatakan bahwa Yesus takhluk kepada mereka. Demikianlah
manusia, manusia harus tunduk kepada otoritas atau aturan yang ada. Ketika otoritas
atau aturan tidak ada, maka hiduplah seolah-olah memiliki aturan. Apa yang
menjadi aturan manusia ketika manusia tidak memiliki otoritas di dalam suatu
waktu kehidupannya? Yaitu Allah dan Firman-Nya. Seringkali anak rantau menjadi
rusak karena tidak berlaku seolah-olah memiliki pemimpin. Mereka hidup dengan
semena-mena, hidup dengan sebebas-bebasnya karena sudah terlepas dari otoritas
orang tua. Akhirnya anak yang memiliki kapasitas yang luar biasa, yang sedang
berkembang, hancur ditengah jalan.
Melalui
bagian ini kita juga harus mengerti bahwa manusia yang memiliki kerohanian yang
baik adalah manusia yang selain hidup sebagai pemimpin harus bertindak sebagai
seorang yang hidup sebagai orang yang dipimpin. Jikalau tidak manusia yang
hanya ingin memimpin akan menjadi manusia yang semena-mena, memaksakan
kehendak, dan hidup berdasarkan standard sendiri. Manusia yang tanpa pemimpin
atau merasa tanpa dipimpin akan menjadi manusia yang angkuh dan tidak memiliki
kerendahan hati. Begitu banyak orang yang memiliki penyakit ini: hidup sebagai
pemimpin dan tidak mau hidup sebagai orang yang dipimpin. Bahkan orang seperti
ini adalah orang yang mau memimpin pemimpinnya. Orang tersebut adalah orang
yang paling malang, orang yang paling tidak bijaksana. Mengapa? Karena dosa,
kesombongan menggerogoti kerohaniannya dan dia membiarkan hal tersebut terjadi.
2.
Hidup
harus bekerja dengan giat. Manusia Kristen yang
bertanggungjawab dihadapan Allah adalah manusia yang bekerja. Sejak permulaan
manusia diciptakan untuk ‘berkeringat’. Mereka diciptakan untuk mengolah dan
menjaga ciptaan Tuhan: TUHAN Allah
mengambil manusia itu dan menempatkannya dalam taman Eden untuk mengusahakan
dan memelihara taman itu. (Kej. 2:15 LAI). Ketika manusia bekerja di dapan Tuhan
berarti manusia beribadah kepada Tuhan. Kata yang digunakan untuk manusia mengerjakan
dunia ini: “mengusahakan” dan “memelihara” adalah istilah religius. Kata
menguasahakan berasal dari kata “abad” yang berarti menyembah (Allah); kata
memilhara berasal dari kata “shamai” yang berarti mendengarkan/ mentatati
(Allah). Sehingga dengan pasti kita bisa menyimpulkan bahwa ketika manusia
bekerja maka itu adalah sebuah tindakan religius dihadapan Allah.
Seorang
Kristen tidak boleh bersikap dualisme yang membedakan antara bekerja dan
beribadah (ke gereja). Orang Kristen seringkali berpikir bahwa seorang yang
rohani adalah seorang yang hanya setia datang dan pelayanan di gereja, atau
melakukan hal-hal gerejawi dan melihat orang yang bekerja mati-matian di dunia
pekerjaan adalah seorang yang sungguh sangat sekuler. Tetapi Alkitab melihat
kedua hal tersebut tindakan ibadah dan bekerja adalah sebuah kegiatan rohani
dihadapan Allah. Inilah orang yang bijaksana dihadapan Allah. Melakukan
pekerjaan mereka, bukan karena takut kepada bos, bukan karena semata-mata
mencari uang, tetapi bekerja sebagai tindakan ibadah dihadapan Allah.
Ketika
seseorang sadar sedang bekerja dihadapan Allah (coram deo) maka pasti orang itu dengan sukacita, penuh kegentaran,
dan dengan serius melaksanakan seluruh pekerjaannya karena dia tahu bahwa dia
bekerja terutama bukan dihadapan manusia tetapi bekerja dihadapan Allah.
Amsal
mengatakan efek dari tindakan bijaksana ini adalah kehidupan yang berkecukupan.
Ketika seseorang bekerja dengan giat karena kesadaran yang benar, maka orang
itu akan mendapatkan gaji, akan mendapatkan penghidupan. Ketika seseorang
bekerja dengan serius maka orang tersebut akan mendapatkan promosi berkali-kali
dan kehidupannya akan semakin baik secara ekonomi sehingga dia dan keluarganya
tidak akan pernah merasa kelaparan. Inilah kebenaran umum yang terjadi di dalam
hidup orang yang bijaksana.