Sunday 28 June 2015

Perihal Kebijaksanaan #2: Tidak bersandar pada pengertian sendiri, tidak menggangap diri bijak, dan menjauhi kejahatan.



5 Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri. 6 Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan meluruskan jalanmu. 7 Janganlah engkau menganggap dirimu sendiri bijak, takutlah akan TUHAN dan jauhilah kejahatan;
(Ams. 3:5-7)

1.    Tidak bersandar pada pengertian sendiri. Di dalam kehidupan seorang Kristen yang bijaksana, maka mereka tidak akan menyandarkan diri dan kehidupan mereka berdasarkan seluruh kebijaksanaan yang mereka miliki. Mereka akan mencari keputusan berdasarkan pengertian yang diberikan Allah melalui Firman-Nya. Karena itu, ketika seorang bijaksana dikatakan harusnya tidak menyandarkan atas pengertian sendiri, maka dia mencari sandaran di dalam Firman Tuhan. Mencari sandaran di dalam Firman Tuhan berarti membaca, merenungkan, dan mencintai Firman Tuhan. Karena itu seorang yang bijaksana pastilah seorang yang kesukaannya adalah membaca Taurat Tuhan. Alkitab mengatakan seorang bahwa seorang muda dijagai untuk tetap di dalam kelakuan yang baik karena Firman Tuhan.
Ketika seseorang bersadar pada pengertian sendiri, sudah hampir dapat dipastikan orang tersebut akan tersesat di dalam kehidupannya. Hampir dapat dipastikan keputusan-keputusan yang mereka lakukan adalah salah.
Suatu ketika di sebuah desa yang begitu miskin, yang tanahnya tandus, mereka memiliki kepercayaan bahwa di dalam sungai desa mereka yang berwarna merah, ada mutiara-mutiara berharga yang tidak bernilai harganya. Jikalau harta tersebut ditemukan maka seluruh desa akan menjadi kaya raya. Karena tidak tahan lagi maka tiga pemuda yang pandai berenang memutuskan untuk memberanikan diri masuk ke dalam dasar sungai tersebut dan mencari harta karun tersebut. Mereka menarik nafas dalam-dalam. Seorang pemuda setelah sampai dasar, dia merogoh-rogoh sekitarnya dan dia memegang sebuah benda bundar yang keras. Dia rasa dia menemukan harta karun tersebut dan naik ke permukaan untuk melihat apa yang dia peroleh. Dia melihat bahwa itu adalah benda hitam keras yang berkilauan. Dia merasa dia sudah mendapatkannya. Dia begitu bahagia sekali. Tetapi sebenarnya itu adalah sejenis siput yang ada di dasar sungai. Demikian juga dua pemuda yang lain merasa menemukan harta benda, ternyata mereka hanya menemukan batu yang tidak memiliki nilai.
Ketika mendengar berita tersebut maka seluruh penduduk bergerombolan melihat apa yang ditemukan oleh ketiga pemuda tersebut. Mereka yang bersandar pada pengertian mereka sendiri bergitu bersukacita karena mereka merasa sebentar lagi mereka akan kaya. Tetapi ada seorang pemuda yang mengetahui bahwa ketiga benda tersebut adalah benda-benda yang tidak ada harganya. Dia tersenyum dan hampir tertawa karena kebodohan dari seluruh penduduk namun dia menutup mulutnya dengan kain. Melihat tersebut, penduduk merasa tersinggung karena ditertawakan oleh pemuda tersebut. Mereka marah, dan mengusir pemuda tersebut.
Ketika seseorang bersadarkan pada pengertiannya sendiri, maka pasti dia merasa dirinya benar dan setiap keputusannya pasti hal yang salah dan merupakan yang bodoh. Karena itu seorang yang bijaksana harus mengandalkan Firman Tuhan di dalam kehidupannya.

2.    Menganggap diri seorang yang tidak bijaksana. Kebijaksanaan adalah sesuatu yang begitu luas, yang tidak bisa diukur. Ketika kita melihat kebijaksanaan dari jauh, maka kita merasa mengerti apa itu kebijaksanaan, tetapi ketika kita mendekatai apa itu kebijaksanaan maka kebijaksanaan tidak akan pernah habis-habisnya untuk dimengerti. Kebijaksanaan adalah tindakan nyata, tindakan praktis di dalam kehidupan sehari-hari. Kebijaksanaan berhubungan dengan bagaimana seseorang harus bertindak di dalam kondisi riil kehidupan yang begitu kompleks dan seringkali ingin menjebak umat Allah memutuskan sesuatu bukan berdasarkan hikmat Tuhan.
Karena kebijaksanaan adalah sesuatu yang begitu luas dan tidak pernah habisnya, maka tidak ada seorang manusiapun yang boleh menanggap dirinya adalah seorang yang bijaksana. Karena mereka belum sempurna di dalam kebijaksanaan. Ketika seseorang menganggap dirinya bijaksana maka pastilah orang tersebut sudah bertindak tidak bijaksana. Perkataan orang tersebut sangat tidak bijaksana sekali.
Di China Kuno pernah ada seorang yang begitu memiliki banyak buku, dia terkenal sebagai seorang kutu buku. Orang-orang disekitarnya menganggap karena dia memiliki banyak buku maka dia adalah seorang yang bijaksana. Dia juga menganggap dirinya seorang yang bijaksana karena buku-bukunya begitu banyak. Tetapi seringkali tindakan sehari-hari adalah tindakan-tindakan yang tidak bijaksana. Hari-harinya dipenuhi dengan kisah-kisah bersama buku. Pada waktu itu buku terbuat dari bambu. Agar tidak dimakan kutu, maka setiap hari dia menjemur bukunya yang begitu banyak. Selain itu setiap hari dia mengecek satu demi satu bukunya apakah ada yang rusak atau buram untuk diperbaiki; dia juga menanami bagian depan dan rumahnya dengan bambu agar punya bahan untuk menulis sehingga rumahnya tidak terlihat terlihat sebagai rumah tetapi sebagai hutan. Suatu ketika ibunya meninggal dunia. Maka dia pergi untuk melihat jenazah ibunya. Dia merasa sebagai seorang yang bijak, maka buku adalah hal yang terutama untuk dibawa. Dia membawa tiga jilid bukunya untuk dibawa pulang. Dia lupa jikalau dia seorang yang sudah tua dan tiga buku itu terlalu berat untuk dia bawa. Ketika dia berjalan sebentar maka dia merasa kelelahan dan beristirahat tentunya sebagai orang yang menganggap dirinya bijak dia membuka bukunya sambil beristirahat. Namun dia tidak bisa fokus karena begitu kelelahan. Ketika ingin memulai perjalanan maka dia bertemu dengan seorang yang lain kemudian orang tersebut mengenalnya. Lalu dia melihat si bijaksana itu membawa buku yang begitu berat, kemudian orang tersebut “Orang bijak yang bodoh! Saya kira kamu adalah orang yang bijaksana! Kamu menghabiskan waktu dan tenaga padahal kamu tidak akan pernah bisa membaca buku itu. Kamu bersusah payah untuk hal yang bodoh. Benar-benar tidak bijaksana.” Mendengar hal tersebut, dia mulai tersadar bahwa dia tidak sebijaksana apa yang dia anggap. Dia punya banyak buku tetapi bodoh.
Demikianlah orang yang menganggap dirinya bijaksana. Dia terbuai dengan rasa diri bijaksana dan akhirnya menjadi orang yang selamanya bodoh. Karena itu Alkitab mengatakan “jangan pernah anggap dirimu sebagai orang bijaksana.”

3.    Menjauhi kejahatan.
Alkitab mengatakan bahwa kondisi lingkungan mempengaruhi kerohanian dan perilaku orang Kristen. Sehingga orang Kristen diminta untuk memiliki komunitas yang sehat untuk menjadi tempat dia bergaul, bergumul, dan bertumbuh. Paulus mengatakan bahwa 1 Kor. 15:33 Janganlah kamu sesat: Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik. Seorang Kristen bukan seorang yang kebal dan tidak boleh terlalu percaya diri dengan kerohanian yang tidak akan terpengaruh oleh sekitar. Justru Paulus mengatakan bahwa ketika kita memiliki pergaulan yang buruk, maka kebiasaan atau perilaku yang baikpun akan menjadi rusak. Hidup seorang Kristen seperti air ketika dicelupkan satu tetes racun, maka seluruh air itu menjadi rusak dan mematikan. Karena itu Yesus memperingati orang Kristen jangan terpengaruhi oleh ragi orang Farisi, Saduki, dan para Herodian. Mengapa? Karena orang Kristen seperti roti. Ketika ragi masuk maka ragi itu akan bertumbuh dan mempengaruhi seluruh adonan roti sebagaimana ragi itu kehendaki. Karena itu, sebagai orang Kristen pilihlah komunitas yang sehat dan sebaik mungkin untuk menolong pertumbuhan kerohanian dan karaktermu.

No comments:

Post a Comment

Artikel Terpopuler

Saturn Devouring His Son - Fransico Goya (1819)

Salah satu lukisan yang paling mengerikan sepanjang sejarah: Saturn devouring his son yang dilukis oleh pelukis spanyol Francisco Goya (18...