Monday 29 February 2016

Perihal Kebijaksanaan #16 - Menjadi Bijaksana Demi Orang Lain (juga)

Amsal 23:15 Hai anakku, jika hatimu bijak, hatiku juga bersukacita.
Salah satu akibat dari orang yang memiliki kebijaksanaan adalah membuat orang-orang yang ada disekitarnya menjadi berbahagia. Pada bagian ini penulis Amsal menyamakan dirinya sebagai seorang tua yang bersukacita ketika anaknya memiliki kebijaksanaan. Inilah hal yang perlu direnungkan untuk menjadi seorang bijaksana. Kebijaksanaan tersebut tidak hanya menguntungkan bagi diri sendiri tetapi memberikan keuntungan bagi orang lain, misalnya saja keluarga kita.
Dengan kebijaksanaan kita, maka sudah jelas orang terdekat kita menjadi orang yang bersukacita. Tidak sedikit dari orang tua yang mengalami tekanan karena memiliki anak yang tidak memiliki kebijaksanaan sedikitpun, namun ketika seorang anak menjadi seorang yang bijaksana itulah yang membawa kesukaan bagi orang tua. Dengan kebijaksanaan maka orang tua tidak perlu khawatir dengan segala keputusan dan tidakan yang dilakukan oleh anaknya. Orang tua tidak perlu khawatir anaknya akan bergaul dengan siap, tidak perlu khawatir jikalau anaknya terlalu tergesa-gesa di dalam mengambil keputusan akan hidup dala profesi apa, tidak peru bingung apakah anaknya mampu untuk memilih pasangan hidup yang tepat. Kekhawatiran akan terlepas dari beban orang tua dan inilah yang membawa sukacita bagi mereka.

Selain ingin hidup di jalan Tuhan, maka motivasi kita adalah untuk menyenangkan orang-orang yang ada di sekitar kita. Sekali lagi, semangat ini akan menjadikan kita menjadi orang yang selfless. Dosa keinginan untuk tidak hidup berbijak dan hidup di dalam cara pikir dunia ini adalah pemikian yang egois karena hanya ingin menyenangkan diri tanpa memperdulikan begitu banyak orang yang terluka karena kehidupan kita yang tidak bijaksana.

Wednesday 10 February 2016

Fitness Rohani: Praktik Pengampunan.



Malam ini kami masih merenungkan tentang tema Pengampunan. Tema yang berat bukan secara doktrinal, tapi secara aplikasi nya.


Menurut Philip Yancey, alasan pragmatis untuk mengampuni:
1) Agar kita terlepasdari lingakaran saling menyalahkan dan kepedihan. Kita selalu menjadikan orang lain menjadi objek kebencian kita hanya karena alasan sakit hati semata. Batin kita tertekan tidak henti-hentinya karena emosi yang meluap.


2) Melonggarkan himpitan rasa bersalah dari pihak pelaku kejahatan. Poin ini yang sangat membuat kami kebingungan. Ternyata waktu kita mengampuni maka kita sedang melatih diri untuk menjadi orang yang "self-less". Kesulitan yang double sekaligus keuntungan yang double. Satu langkah: untuk mengampuni orang yang menyakiti kita saja adalah hal yang sulit, apalagi maju ke tahap yang lebih lagi: mementingkan kebaikan orang yang menyakiti tersebut. Keuntungannya: kita terlepas dari depresi kebencian ditambah lagi latihan rohani untuk menjadi orang yang self-less. Betul-betul "fitness" rohani yang begitu berat.


3) Kesadaran diri adalah orang berdosa. Melalui pengampunan kita kembali diingatkan bahwa kita juga adalah orang yang tidak sempurna, yang mungkin membutuhkan pengampunan dari orang-orang yang kita sakiti. Dengan pengampunan maka kita sadar bahwa kita tidak lebih baik dari orang yang menyakiti kita.


#FitnessRohaniBerat #RenunganKeluarga.


Monday 8 February 2016

Kejadian 45-50: Perihal Pengampunan

PENGAMPUNAN
            Pada bagian ini, Yusuf sedang bergumul tentang pengampunan. Mungkin sekitar 2 tahun lebih Yusuf menguji saudara-saudaranya apakah mereka sudah berubah ataukah tetap sejahat dahulu. Di dalam sikap Yusuf yang mempermainkan saudara-saudaranya, hati nurani Yusuf tetap mendorongnya untuk melakukan hal yang benar, yaitu mengampuni saudara-saudaranya. Akhirnya karena tidak tahan lagi, Yusuf menangis di depan saudara-saudaranya dan memperkenalkan dirinya kepada saudara-saudaranya sembari mengatakan bahwa meskipun saudara-saudaranye mereka-rekakan yang jahat kepadanya, namun Tuhan mereka-rekakan demi kebaikan.
            Secara pandangan manusia, Yusuf memiliki alasan yang begitu banyak untuk tidak mengampuni saudara-saudaranya dan menggunakan kekuasaannya yang besar itu untuk membalas-dendam atau setidaknya terus-menerus mempermainkan saudaranya. Dia dikhianati oleh saudara-saudaranya, dia tidak memiliki kesalahan apapun atas saudara-saudaranya. Saudara-saudaranya hanya iri kepada Yusuf karena Yusuf bermimpi sesuatu yang sebenarnya sudah pasti akan terjadi. Saudara-saudaranya tidak menerima bahwa mereka jauh lebih rendah dari Yusuf. Mereka iri kepada Yusuf karena anugerah yang akan Tuhan berikan kepada Yusuf. Seribu satu alasan untuk Yusuf membenci saudaranya, tidak ada alasan yang bisa kita temukan untuk bisa membela saudara-saudaranya jikalau Yusuf akhirnya berbuat hal yang buruk terhadap saudara-saudaranya.
            Bagaimanapun juga, lebih dari cara pikir manusia, Yusuf mampu melihat apa yang menjadi alasan yang tidak tergoyahkan untuk mengampuni saudara-saudaranya, yaitu rencana Tuhan untuk umat-Nya, yaitu anak-anak Yakub. Yakub mampu melepaskan diri dari batasan cara pandang manusia dan melihat Tuhan sebagai alasan ultimat di dalam mengambil tindakan. Yusuf melihat bahwa Tuhan ingin memakai bangsa yang rusak tersebut untuk menggenapkan rencana yang sudah jauh hari dinyatakan kepada Abraham. Dari kedua belas anak-anak Yakub, tidak ada yang benar secara moralitas dan pandangan manusia. Sepuluh orang adalah orang yang immoral, hanya Yusuf dan Benyamin yang bisa diandalkan. Itupun mungkin karena Benyamin masih kecil dan belum mampu bersekongkol dengan kakak-kakaknya. Mayoritas umat pilihan Tuhan tidak dapat diandalkan secara moralitas, tetapi Tuhan tetap saja ingin memakai bangsa tersebut.
Sekarang ini, begitu banyak orang yang kecewa dengan gereja Tuhan, karena gereja Tuhan tidak memiliki implikasi, hanya sekadar tahu apa yang benar dan apa yang salah tanpa ada implementasi, tidak memiliki dampak terhadap masyarakat, jemaat hanya bisa kritik sana kritik sini tanpa memiliki perubahan di dalam diri, dan begitu banyak alasan untuk seorang Kristen yang berdedikasi kepada Tuhan untuk membenci saudara seimannya. Namun, kita bisa kembali berkaca kepada pengalaman Yusuf: seribu satu alasan untuk bisa membenci saudaranya, tidak ada alasan untuk mengampuni saudaranya. Tetapi dia melepaskan diri dari perhitungan manusia tersebut dan mengambil langkah yang benar menurut jalan Allah, yaitu mengampuni. Apakah kita masih memiliki seribu satu alasan untuk tidak mengampuni orang sekitar kita? Mari kita melepaskan diri dari cara hitung manusia dan masuk ke dalam langkah yang Tuhan ingin kita lakukan. Tidak ada pilihan lain, kecuali mengampuni!


Kejadian 41 - Jadilah Diri Sendiri Dalam Setiap Pergumulan

Referensi: Kejadian 41
            Yusuf merupakan anak kesayangan dari Yakub. Dia adalah seorang yang takut akan Tuhan sejak dari kecil. Berbeda dengan kakak-kakaknya, Yusuf adalah seorang yang mendedikasikan hati dan seluruh tindak tanduknya kepada Tuhan. Berbeda dengan para pendahulunya seperti Abraham, Ishak, dan Yakub, Yusuf adalah salah seorang tokok yang sangat sulit untuk ditemukan kecacatannya. Jikalau Abraham, Ishak, dan Yakub adalah orang-orang yang suka berbohong, tidak demikian dengan Yusuf. Dia seorang yang benar-benar takut melukai hati Tuhan.
            Yusuf juga berkomunikasi secara intim dengan cara yang berbeda dari Abraham. Abraham berbicara langsung kepada Tuhan dan Abraham menyaksikan hal-hal yang spektakuler dihadapan Tuhan; jikalau Yakub berkomunikasi dengan Tuhan dengan cara-cara yang misterius seperti pergulatan bersama Allah dan melihat malaikat di dalam kejadian yang spektakuler, maka Yusuf berkomunikasi secara intim bersama Tuhan hanya melalui mimpi. Yusuf tidak pernah mendengarkan Tuhan berbicara, namun satu hal yang pasti Yusuf senantiasa berkomunikasi secara intim dengan Allah melalui mimpi. Inilah yang disadari oleh Yusuf sehingga dia menggunakan seluruh kemampuan tafsir mimpi nya yang luar biasa untuk melayani Tuhan. Dari kisah ini kita mendapatkan satu point: bahwa Allah berbicara dan menyatakan kehendaknya kepada setiap orang dengan cara yang seringkali tidak sama. Harusnya ini membawa kita untuk mengerti bahwa kita dipanggil untuk menjadi diri kita sendiri dan Tuhan menyatakan kehendak-Nya dan membentuk kita melalui cara yang berbeda-beda. Karena itu tidak perlu kita ingin untuk menjadi orang lain dan ingin mengerti kehendak Allah dengan Tuhan dengan cara yang sama. Misalkan contoh lain: Gideon. Gideon mengerti kehendak Tuhan dengan tanda yang menggunakan air dan daun. Kita hidup untuk mengerti kehendak Allah seharusnya menjadi diri kita sendiri, bukan ini mencontoh atau meniru pergumulan orang lain.

Artikel Terpopuler

Saturn Devouring His Son - Fransico Goya (1819)

Salah satu lukisan yang paling mengerikan sepanjang sejarah: Saturn devouring his son yang dilukis oleh pelukis spanyol Francisco Goya (18...