Tuesday 21 July 2015

Jangan Pernah Korbankan Kepercayaan dari Orang Lain.

Terkadang seseorang tidak mengerti apa itu kepercayaan. Ketika diberikan kepercayaan, dia menyia-nyiakannya. Ketika seseorang melakukan tersebut, maka kerugian besar akan diterimanya: ketidakpercayaan dan kebaikan yang mungkin datang dari orang lain. Karena itu orang bijak mengatakan kepercayaan adalah sesuatu yang jauh lebih berharga dari harta.

Jangan pernah tukar kepercayaan orang lain hanya karena harta atau segala nafsu dunia. Itu sama saja dengan meletakkan bara di kepala sendiri. Pepatah Timur Tengah mengatakan hal itu sama saja meludah ke langit. Cobalah meludah ke langit, apa yang akan terjadi?

Thursday 16 July 2015

Perihal Kebijaksanaan #14: Antisipasif, Bertekun, dan Tidak Bermain-Main dengan Kejahatan.


Amsal 22:3 Kalau orang bijak melihat malapetaka, bersembunyilah ia, tetapi orang yang tak berpengalaman berjalan terus, lalu kena celaka.


Melalui ayat ini kita bisa belajar beberapa karakter orang bijaksana:

1.            Bersikap Antisipatif. Seorang bijaksana adalah seorang yang bisa mengantisipasi tentang malapetaka yang akan terjadi. Di dalam bahasa Inggris Versi King James mengatakan bahwa Proverbs 22:3 A prudent man foreseeth the evil, and hideth himself: but the simple pass on, and are punished. Kata foreseeth di sini menandakan bahwa seorang bijaksana bukan hanya melihat malapetaka di depan matanya, tetapi dia mampu meramalkan akan terjadi malapetaka melalui observasi yang dia lakukan terhadap kondisi yang ada di sekitarnya. Di dalam bahasa aslinya, kata melihat/ foreseeth di sini adalah רָאָה (ra’ah) yang bukan hanya berarti melihat tetapi juga inspect yang berarti meneliti atau mengobservasi. Artinya meramalkan di sini bukan melulu sebuah pekerjaan kenabian yang bersifat supranatural yang berasal dari Allah, tetapi juga melalui penelitian atau observasi secara akademis ataupun observasi di dalam kehidupan sehari-hari. Ketika melakukan hal tersebut, orang bijaksana mengetahui bahwa suatu keadaan tertentu akan membawa malapetaka sehingga malapetaka yang akan terjadi yang telah dia lihat tersebut akan dipantisipasi sedapat mungkin. Inilah yang dilakukan oleh Yusuf ketika dia berada di Mesir. Ketika dia mampu melihat sesuatu yang akan terjadi di depan, yaitu bencana kelaparan yang besar, maka dia mampu mengantisipasi seluruh keadaan tersebut. Sikap antisipatif ini memiliki efek logis tentang karakter seorang bijaksana, yaitu:

2.            Bersikap Tekun. Seorang yang mampu mengantisipasi adalah seorang yang terlebih dahulu mampu mengobservasi keadaan sekeliling. Pengobservasian bukanlah sebuah pekerjaan yang gampang. Pekerjaan tersebut membutuhkan ketekunan karena harus meneliti berbagai entitas,  berbagai data yang ada di sekelilingnya, sehingga dia berani mengambil keputusan. Tindakan seperti ini tentulah harus memiliki ketekunan yang tinggi. Pada zaman ini begitu banyak orang Kristen yang memiliki mental “mie instant”, artinya berharap tunggu beberapa detik berharap sudah langsung mendapatkan hasil, sudah langsung bisa membawa pulang kesimpulan. Ingin sembuh hanya mengandalkan muzizat, ingin kaya hanya mengandalkan berkat-berkat dari Tuhan dengan muzizat yang instant. Padahal Alkitab mengajarkan bahwa seringkali Tuhan lebih memakai cara ketekunan daripada hal-hal bersifat instant. Misalnya saja kasus orang-orang Israel ketika keluar dari Mesir. Untuk bisa masuk ke tanah Kanaan, sebenarnya Tuhan bisa saja dengan instant dalam hitungan bulan membawa mereka masuk. Tetapi ini bukan cara Allah. Allah lebih menginginkan mereka untuk berkeliling padang pasir selama 40 tahun. Tuhan mendidik mereka di dalam ketekunan sehingga mereka bertumbuh. Tuhan mendidik mereka di dalam ketekunan sehingga teruji siapa yang beriman dan berserah kepada Tuhan dan siapa yang tidak. Hal ini juga harusnya dimiliki oleh umat Allah yang sejati. Mengapa? Karena inilah karakter orang bijaksana. Tuhan pernah menawarkan sebuah jalan keluar bagi Musa yaitu jalan instant menuju Kanaan. Tuhan mengatakan kepada Musa bahwa dia akan mengirimkan malaikatnya di depan Israel dan malaikat tersebut menghantam seluruh musuh-musuh Israel sehingga dengan instant Israel bisa masuk ke dalam tanah Kanaan. Jikalau Musa adalah orang Kristen zaman sekarang, maka Musa akan mengatakan, “Syukur. Inilah jalan yang terbaik. Tanpa ketekunan, kami bisa mendapatkan hasil.” Tetapi bukan itu respon Musa. Musa mengatakan, “Lebih baik kami mati di padang gurun ini, jikalau Tuhan tidak bersama-sama kami.” Apa hubungan antara jalan instant ini dengan ketidakhadiran Tuhan? Artinya Musa mengerti bahwa jalan instant adalah jalan yang tidak sesuai dengan kehendak Allah. Ini adalah cara malas, bukan cara orang bijaksana. Tuhan mengharapkan ketekunan umat-Nya. Berkali-kali orang Israel mengharapkan hal yang nikmat, hal yang instant. Demi ke-instanan tersebut maka orang Israel rela membuang Tuhan berkali-kali. Percayalah, ketka kita mencari jalan yang pintas, maka seringkali kita akan lupa Tuhan dan kita tidak memiliki kesempatan bertekun dan bergumul dihadapan Tuhan. Inilah ciri-ciri orang bijaksana: bertekun!

3.            Tidak mau “bermain-main” dengan kejahatan atau malapetaka. Jikalau kita melihat di dalam bentuk bahasa Yunani-nya, kata melihat memiliki tense “aorist”. Tense ini berarti sesuatu yang dikerjakan dan hanya dikerjakan sekali dan tidak akan diulangi lagi. Di dalam hal ini, seorang bijaksana ketika dia telah berhasil meneliti bahwa segala keadaan di sekitar akan membawa malapetaka atau sesuatu yang diperbuatkan akan menimbulkan kejahatan atau malapetaka, maka dia tidak akan bermain-main dengan malapetaka tersebut. Dia tidak akan memikirkan ulang apakah dia masih bisa mengambil keuntungan dari apa yang dia akan lakukan tersebut. Dia seorang yang akan tidak pernah melihat ke belakang lagi. Sebagaimana dengan kasus Lot dan Istrinya. Lot mengerti apa yang dikatakan oleh Tuhan, segala sesuatu akan menjadi malapetaka di Sodom dan Gomora. Sodom dan Gomora harus ditinggalkan, tidak perlu memikirkan ulang lagi. Tidak perlu bermain-main dengan malapetaka yang akan terjadi. Keputusan dari Allah adalah harus tinggalkan. Lot memiliki kebijaksanaan yang demikian. Dia tahu tidak boleh melihat ke belakang lagi sebagaimana yang Tuhan perintahkan. Tetapi berbeda dengan istri Lot yang tetap menimbang-nimbang ulang, tetap ini mencari ruang apakah ada keuntungan atau kenikmatan di dalam malapetaka tersebut. Istri Lot melihat ke belakang dan dia binasa bersama dengan malapetaka tersebut. Sekali lagi, orang bijaksana ketika sudah menimbang dan melihat akan terjadi malapetaka disekitarnya atau keputusan yang dia akan lalukan, maka dia akan bersembunyi dari malapetaka tersebut dan tidak akan memikirkan ulang kembali. Hanya sekali dan keputusan seorang bijak, “Aku tidak akan bermain-main dengan malapetaka.” Di dalam bahasa mandarin, kata malapetaka senantiasa berlawanan dengan kata bahaya. Kedua hal ini adalah sesuatu yang tidak mungkin berdekatan apalagi sesuatu yang tidak melahirkan yang lain. Maksudnya bahaya tidak mungkin akan melahirkan kesempatan atau keuntungan, demikian juga sebaliknya. Karena itu ketika seorang Chinese mengetahui ini adalah bahaya, maka dia akan segera pergi tanpa memikirkan ulang apakah ada keuntungan yang akan didapatkan di dalam kebahayaan tersebut. Karena itu di dalam mandarin, kata krisis (kesulitan) berasal dari dua kata, yaitu kebahayaan/malapetaka dan kesempatan. Artinya kedua kata tersebut itu berlawanan. Memang kesulitan bisa membawa kebahayaan atau membawa kesempatan. Tetapi kebahayaan tidak akan mungkin membawa kesempatan atau keuntungan sama sekali.

Tuesday 14 July 2015

Garden of Earthly Delight - Bosch


Lukisan ini dilukis sekitar 1490-150, ketika Bosch berumur 40 – 60 tahun.  Dianggap sebagai lukisan yang paling ambisius oleh Bosch karena memperlihatkan kompleksitas arti dari gambaran tersebut.



Sebagai seorang yang begitu religius, lukisan ini dibuat oleh Bosch sebagai peringatan akan bahaya dari pencobaan-pencobaan di dalam hidup. Lukisan ini dikehendaki untuk dibaca secara kronologis dari kiri ke kanan:

1.      Kiri – Creation (paradise)

Ada sebuah gambaran dimana Allah menghadirkan Hawa kepada Adam. Sebelum Hawa diberikan kepada Adam, maka Allah memberkati Hawa. Ketika seorang wanita diberikan kepada seorang pria maka itu adalah berkat yang diberikan kepada Tuhan. Sehingga sebuah hubungan pernikahan tidak boleh dianggap main-main karena Allah sendirilah yang menghendaki, memberikan, dan memberkati wanita yang diberikan tersebut kepada sang pria. Karena itu Alkitab juga memerintahkan seorang laki-laki mengasihi perempuan yang diberikan Allah menjadi istrinya. Demikian juga karena Tuhan yang memberikan wanita itu kepada pria, maka di dalam sebuah keluarga yang dibentuk Tuhan tersebut harus pertama-tama bertujuan untuk melayani Allah yang membentuk mereka. Di dalam lukisan tersebut terlihat ekspresi ketakjuban dan kekaguman dari Adam. Dan seorang yang bernama Fraenger telah mengidentifikasi tiga pesan dari gambaran Adam yang sedang takjub tersebut:

  1. ada sebuah kejutan (dalam artian positif) yang dirasakan oleh Adam karena kehadiran Tuhan,
  2. dia menyadari bahwa Hawa adalah seorang yang memiliki natur yang sama dengan dirinya yang adalah seorang manusa, dan Hawa telah diciptakan dari tubuhnya sendiri,
  3. dari tatapan Adam yang begitu intens, dapat disimpulkan bahwa dia mengalami ketergairahan/ hasrat seksual (yang suci – sebagai sebuah bagian seorang manusia yang diciptakan oleh Allah) dan sebuah dorongan penting untuk bereproduksi pertama kalinya (sebagaimana memang Tuhan sudah perintahkan manusia untuk bereproduksi – “berkembangbiaklah dan bertambahbanyaklah…”).

 

2.      Tengah – Moral warning (a panorama of paradise lost)
Namun manusia memilih untuk hidup diluar keindahan dan kenikmatan yang berasal dari Allah. Mereka memilih jalan mereka sendiri untuk mencari kenikmatan hidup. Peter S. Beagle mendeskripsikan sebagai sebuah kekacauan nafsu birahi yang mengubah arah kita kepada kehancuran immoralitas seks. Dunia yang menjadi tempat yang penuh dengan kebebasan yang sebebas-bebasnya yang sungguh memabukkan. Bagian ini berada di dalam posisi paralel dengan bagian paling kiri (bagian creation) yang ingin menekankan adanya hubungan antara kedua kisah ini. Gambaran manusia yang ada di dalam bagian tengah terlibat di dalam berbagai aktivitas percintaan baik secara berpasangan ataupun secara berkelompok. Gibson mendeskripsikan ini sebagai sebuah perilaku begitu berlebihan dan tanpa rasa malu sedikitpun. Begitu banyak gambaran manusia yang ada di dalamnya bersukacita di dalam kedagingan tanpa adanya rasa kebersalahan. Mereka tidak punya lagi kesadaran diri bersukacita di dalam seluruh kenikmatan inderawi, sebagian dari mereka bahkan bersukaria bersama-sama dengan binatang yang seolah-olah mereka memiliki natur yang sama dengan para binatang tersebut yang hidup hanya untuk memuaskan nafsu instingsi mereka. Demikianlah gambaran orang berdosa yang dengan bangga dan tanpa rasa bersalah lagi. Mereka hidup tertipu oleh dosa dan lupa natur mereka adalah gambar dan rupa Allah. Mereka berlaku seperti binatang yang hanya hidup untuk memenuhi kebutuhan birahi dan kedagingan tanpa adanya keterikatan terhadap aturan Allah yang sebenarnya membebaskan dan memberikan kehidupan. Di bagian ini juga dilukiskan sekelompok wanita telanjang yang pada salah satu kepala mereka dihiasi dua buah ceri yang merupakan simbol sebuah kesombongan ataupun kebanggaan (pride).  Disamping kirinya ada seorang pria yang meminum sebuah minuman yang dituang dari sebuah bejana dengan begitu bernafsu. Demikianlah manusia yang hidup di dalam kedagingan mereka. Mereka merasa mereka sudah hidup di dalam kenikmatan surgawi, yang mana sebenarnya adalah sebuah kepalsuan yang mereka ciptakan sendiri. Mereka dengan rela dan sukacita menipu diri mereka sendiri (self deception) untuk mendapatkan kenikmatan yang melawan Allah. Mereka dengan bangga tanpa perasaan bersalah sama sekali di dalam nafsu birahi mereka. Tanpa sadar mereka sedang dibiarkan oleh Tuhan berjalan dipinggir jurang maut dan sedikit lagi mereka akan tergelincir dan akan binasa. Sebagaimana yang dikatakan di Roma 1:18ff, Tuhan sedang menghukum (membiarkan) mereka tenggelam di dalam nafsu mereka yang mana akan membawa mereka berjalan lurus ke arah pintu neraka. Setelah mereka sadar, segalanya telah terlambat, mereka sudah masuk ke dalam neraka, pintu telah tertutup dan mereka tidak dapat kembali lagi.


3.      Kanan – Judgement
Lukisan ini dibuat sebagai peringatan akan bahaya dari pencobaan-pencobaan di dalam hidup.  Di sana terlihat ada alat-alat musik, dimana manusia dihakimi karena apa yang menjadi selera mereka. Ada juga gambar kuping raksasa, yang mana mereka adalah seorang yang suka mendengar sesuatu yang hanya menikmatkan telinga. Diperlihatkan bahwa manusia akan dihakimi berdasarkan dosa yang mereka nikmati di dalam hidupnya. Lukisan ini merupakan peringatan keras terhadap dunia yang sudah dianggap sebagai surga bagi orang-orang hidup di dalam birahi ini. Haruslah kita mawas diri sebagai seorang Kristen sekalipun. Kita diminta untuk hidup berbuah, bukan hidup berdasarkan jalan dunia ini. Biarlah kita dianggap sebagai orang-orang bodoh bagi dunia karena tidak mengikuti hikmat nafsuwi mereka. Sebagaimana Yakobus mengatakan bahwa iman tanpa perbuatan adalah mati; Yakobus pernah menantang orang-orang Kristen tunjukkanlah imanmu tanpa perbuatan, maka aku akan tunjukkan imanku dengan perbuatanku. Biarlah lukisan ini menjadi renungan bagi kita semua di dalam menjalankan hidup dan taat demi nama Tuhan

 






Perihal Kebijaksanaan #13: Hemat.


Amsal 21:20 Harta yang indah dan minyak ada di kediaman orang bijak, tetapi orang yang bebal memboroskannya.

 

            Di dalam Alkitab, menabung bukanlah dianggap sebagai sebuah tindakan yang salah atau sebuah tindakan serakah atau pelit. Justru Alkitab mengajarkan seorang yang bijak pasti memiliki gaya hidup hemat dan suka menabung. Gaya hidup hemat bukanlah sebuah gaya hidup yang serakah atau gaya hidup pelit. Ketiga hal ini harus dibedakan. Pada artikel ini, penulis akan membedakan gaya hidup orang yang bijaksana: hemat dengan tiga karakter yang berbeda: serakah, pelit, boros (gaya hidup orang bodoh menurut Amsal).

1.    Hemat. Hemat (economical) berarti berhati-hati, penuh pertimbangan di dalam menggunakan resource yang ada. Tindakan seperti ini mengakibatkan orang yang hemat akan menggunakan tabungan seminim mungkin. Inilah karakter seorang bijaksana. Dia akan dengan begitu berhati-hati untuk menggunakan uang atau harta yang dia miliki: apakah uang  yang dikeluarkan tersebut berguna, berfaedah? Hemat di sini tidak selamanya mengeluarkan biaya dengan begitu minim. Hemat tidak sama dengan selalu mengeluarkan uang sedikit. Baginya ketika memang perlu mengeluarkan uang yang besar namun itu adalah jumlah yang pantas dan minumum, maka itu adalah sebuah tindakan yang hemat meskipun mengeluarkan jumlah yang besar. Seorang yang bijaksana adalah seorang yang hemat, tetapi pada saat yang sama dia adalah seorang yang bermurah hati sebagai murid Kristus. Baginya hemat tidak pernah berkontradiksi dengan kemurahan hati.

Di dalam kisah orang Samaria yang baik hati. Dia dianggap menjadi sesamanya manusia adalah karena sikap kemurah hatiannya. Itu bukanlah sebuah pemborosan. Karena itu Alkitab sama sekali tidak pernah memepertentangkan antara kehematan dan kemurahan hati. Justru Yesus memuji sikap orang Samaria yang baik hati itu dan memandang rendah para ahli Taurat dan orang Lewi yang tidak memiliki kemurahan hati sama sekali.

 

2.    Serakah. Serakah adalah sebuah hasrat yang begitu besar terhadap kenikmatan-kenikmatan dunia dan hal kenikmatan tersebut ingin dikejar dengan penuh dengan nafsu. Setelah kenikmatan tersebut didapat maka akan dinikmati secara egois. Seorang yang egois akan mengejar harta dengan begitu giat. Segala sesuatu halal baginya untuk mendapatkan kekayaan. Hal yang paling haram baginya adalah tidak mendapatkan kekayaan. Menjadi miskin adalah dosa besar. Menjadi kaya adalah sesuatu yang mulia. Baginya banyak jalan menuju Roma. Semua jalan itu adalah halal selama bisa sampai kepada Roma. Apa itu Roma bagi mereka? Roma itu adalah kekayaan. Mereka siap untuk menginjak-injak orang miskin, mereka siap untuk melawan dan menyingkirkan seluruh saingan. Karena semua itu adalah halal.

 

3.    Pelit. Pelit adalah sebuah sikap yang tidak mau berbagi dengan orang lain. Menurut Meriam-Webster pelit berarti lack of generosity. Penyakit pelit ini tidak hanya dijangkit kepada orang kaya saja, tetapi juga oleh orang miskin. Orang miskin merasa bahwa hidupnya sudah susah, bagaimana mungkin dia bisa berbagi dengan orang lain. Orang kaya mengatakan bahwa ini adalah jerih payah yang telah dia kerjakan. Maka harus dinikmati olehnya sendiri. Bagaimana mungkin hasil dari kesulitan yang dia sendiri telah kerjakan bisa dibagikan kepada orang yang tidak memiliki kontribusi di dalam segala kesulitan yang dia lakukan.

Di dalam bahasa indonesia generosity berarti dermawan atau kemurahan hati. Menurut Yesus sendiri, kemurahan hati adalah salah satu karakter yang seharusnya dimiliki oleh orang Kristen. Yesus mengatakan “berbagialah orang yang bermurah hati sebab mereka akan mendapatkan kemurahan.” Yesus mengajarkan ini kepada para murid-Nya sebagai salah satu etika dan tanda seorang Kristen yang sejati.


4.    Boros. Boros adalah sebuah tindakan yang menghabiskan sebanyak-banyaknya uang atau harta yang dimiliki demi keinginan atau kenikmatan pribadi. Seorang yang boros adalah seorang yang bermurah hati terhadap diri sendiri tetapi dingin terhadap orang lain. Baginya yang terpenting adalah dirinya. Baginya yang perlu dilayani dan dipuaskan adalah dirinya sendiri. Bukanlah hal yang dosa baginya untuk menghabiskan seluruh hartanya untuk melayani seluruh hasratnya. Selain karena tidak menghormati ayahnya, kisah anak bungsu yang diceritakan di dalam Alkitab sebagai sebuah tindakan dosa adalah karena dia memboroskan harta yang diberikan kepadanya. Dia habiskan untuk memuaskan dirinya sendiri. Karena itulah tindakan si bungsu dianggap dosa.

Sikap boros juga terjadi ketika seseorang mengeluarkan biaya demi hal-hal yang tidak penting atau juga untuk bersenang-senang bersama orang lain. Ini adalah sebuah tindakan yang bodoh. Seorang bodoh menghabiskan hartanya demi sesuatu yang tidak memiliki faedah. Misalnya di dalam berbagai tradisi di dunia ketika melakukan pesta pernikahan atau penguburan, maka pemborosan dilakukan dengan begitu luar biasa. Seorang yang bersukacita atau berdukacita tersebut bukannya mendapatkan meringankan beban mereka, malahan masyarakat bahkan keluarga memaksa mereka secara psikologis untuk melakukan pemborosan yang tidak perlu. Mereka harus mengadakan pesta meriah yang diisi dengan acara dan makanan yang begitu luar biasa memakan biaya yang mahal. Itu dianggap sebagai sesuatu  yang mulia. Mereka dipaksa dan diperlakukan sebagai raja dan ratu pada saat pesta tersebut. Setelah pesta maka mereka akan dilupakan dan hidup terlunta-lunta karena harta mereka dihabiskan untuk beberapa hari tersebut bahkan mereka harus memiliki hutang karena pesta tersebut. Inilah tindakan bodoh ketika melakukan pemborosan.

Monday 13 July 2015

ARSITEKTUR KLASIK ROMAWI KUNO - Pantheon


Pantheon adalah sebuah arsitektur yang terletak di Roma, Italy. Dibangun oleh Marcus Agripha, seorang negarawan, arsitek, dan jendral Romawi. Bangunan ini dibangun pada tahun 27 M dan selesai pada pemerintahan Hadrian, pada tahun 126 M. Panthenon adalah salah satu bangunan yang terpelihara dengan baik. Bangunan ini memiliki dome yang terbesar sampai sekarang. Pada awalnya aristektur ini digunakan untuk menyembah tujuh dewa Romawi: Matahari, Bulan, Venus, Saturnus, Jupiter, Merkurius, dan Mars. Setelah Romawi menjadi kerajaan Kristen, maka bangunan Pantheon diubah menjadi gereja kemudian didedikasikan kepada Maria, ibu Yesus, dan para martir. Nama Pantheon ini secara informal disebut sebagai Santa Maria Rotonda.

Pada zaman Renaissance, Pantheon digunakan juga menjadi kuburan. Salah satu orang yang dikubur di sana adalah seniman Raphael dan juga Annibale Carracci. Komposer Arcangelo Corelli, and dan arsitek seperti Baldassare Peruzzi juga dikubur di sana.




Sunday 12 July 2015

Perihal Kebijaksanaan #12: Mengerti Kapan dan Dimana Harus Berbicara



Juga orang bodoh akan disangka bijak kalau ia berdiam diri dan disangka berpengertian kalau ia mengatupkan bibirnya. (Ams. 17:28)

Terkadang diam adalah emas. Tidak jarang seseorang dianggap bodoh karena tanpa sengaja mempermalukan dirinya sendiri dengan perkataan yang dia sendiri tidak mengerti. Karena itu salah satu karakter orang bijak adalah mengerti kapan dan dimana harus diam, kapan dan dimana harus berbicara. Ketika dia tidak mengerti apa yang sedang dipercakapkan, maka dia akan sebisa mungkin untuk menutup mulutnya, mengapa? Karena seorang bijaksana tahu bahwa jikalau dia berbicara maka mungkin dia akan merusak suasana pembicaraan atau akan dianggap menjadi badut karena tidak mengerti atau berkata sesuatu yang tidak bermakna mengenai pembicaraan tersebut. Zaman ini adalah zaman yang suka berbicara dan memaksa orang untuk suka berbicara. Siapa yang tidak bisa berbicara dianggap sebagai seorang yang bodoh. Namun, kita tidak boleh terpancing dengan sikap orang-orang seperti ini dimana memaksa orang lain harus berbicara. Mengapa? Karena ketika kita merasa harus berbicara karena takut dianggap bodoh, lalu kita mencoba diri untuk berbicara walaupun kita tidak mengerti maka kita akan jauh terlihat bodoh ketika kita sudah mulai berbicara. Website yang diberikan alamat socialtriggers.com mengatakan bahwa salah satu hal yang membuat orang terlihat bodoh adalah omongan yang terlalu banyak dan omongan yang ingin terlihat pintar. Bukannya kita menjadi terlihat pintar, justru sebaliknya: terlihat begitu bodoh. Karena itu seorang bijaksana akan berhati-hati di dalam berkata-kata.

Wednesday 8 July 2015

Perihal Kebijaksanaan #11: Membawa Damai



Ams. 16:14 Kegeraman raja adalah bentara maut, tetapi orang bijak memadamkannya.

Seorang yang bijak adalah seorang yang akan senantiasa membawa damai. Kemarahan yang mencelakakan, kemarahan yang akan menggengkan benderang perang akan segera dipadamkan oleh seorang yang bijaksana. Inilah yang dikatakan oleh Yesus “Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah (Mat 5:9)”. Kedamaian adalah kondisi yang terbaik bagi seorang yang bijaksana. Meskipun terjadi pertengkaran, perbedaan pendapat yang begitu sengit maka seorang yang bijak akan mengusahakan terjadinya perdamaian. Sebagaimana Hector of Troy mengatakan bahwa “tidak ada yang mulia dan indah di dalam perkelahian atau peperangan. Yang ada hanyalah teriakan dan kemalangan.
Salah satu kecenderungan dari orang berdosa adalah suka menjadi provokator. Tidak demikian dengan orang bijaksana. Seorang yang provokator adalah seorang yang menyulut api masalah hingga menjadi lebih besar dan lebih panas. Mereka menjadi cheerleaders untuk meramaikan kegeraman yang sedang terjadi. Sehingga perang dan pertengkaran sudah dipastikan akan terjadi. Pertengkaran hanya akan menghasilkan luka, kepedihan, dan air mata. Hal ini adalah hal yang sangat dibenci oleh orang bijak. Tidak ada yang mulia dan indah dari pertengkaran dan peperangan.
Di dalam perseteruan yang terjadi, apa yang akan dilakukan oleh seorang bijaksana untuk mengusahakan perdamaian? Hal ini kita bisa temukan melalui bahasa asli dari kata “memadamkannya”. Amsal di atas mengatakan bahwa ketika perseteruan terjadi, maka orang bijak akan memadamkannya. Apa maksud kata memadamkan di sini? Di dalam bahasa aslinya kata tersebut berasal dari כָּפַר kaphar yang berarti:
1.            To Cover (menutupi). Ketika suatu hal yang menyulut pertengkaran terjadi, maka seorang bijaksana akan lebih memilih untuk menutup permasalahan-permasalahan yang ada terhadap publik. Hal ini bukan berarti seorang bijaksana akan berkompromi dengan permasalahan atau kesalahan yang terjadi. Namun seorang bijaksana tidak akan mengekspos hal ini kepada publik untuk menghindari orang banyak akan terprovokasi, berita-berita yang tereduksi, dan memunculkan komentar-komentar yang tidak penting sehingga membuat permasalahan menjadi lebih kompleks. Dia akan memilih jalur yang sudah ditentukan oleh Alkitab. Ketika permasalahan muncul, maka lebih baik dibicarakan secara personal terlebih dahulu: empat mata; jikalau belum mendapatkan hasil maka panggil saksi sebagai penengah; jikalau tetap buntu ada jalan terakhir, maka publik harus diberitahu. Namun membuka secara umum adalah the last resort bagi seorang yang bijaksana.
Seringkali manusia tidak bersikap bijaksana, yaitu terlalu cepat menyebarkan permasalahan di publik sehingga permasalahan semakin kompleks, semakin ruwet, semakin sulit untuk diselesaikan karena hal ini sudah mulai mencakup orang banyak atau masyarakat memiliki ketidakpercayaan karena isu yang tidak bertanggungjawab telah tersebar, dan begitu banyak permasalahan yang lain bisa muncul.
2.            To Purge Away (membersihkan/ memurnikan). Ketika seorang bijak ingin membawa kedamaian di dalam perselisihan, bukan berarti seorang bijak akan memendam masalah tersebut sehingga menjadi permasalahan yang tidak terselesaikan. Setiap permasalahan yang tidak terselesaikan hanya akan membuat perdamaian yang palsu dan sementara. Kondisi perdamaian seperti ini merupakan kondisi yang sebenarnya tidak damai tetapi kondisi perang dingin yang ketika tersulut oleh sesuatu maka pertengkaran kembali terjadi bahkan dengan efek dan kualitas yang lebih dasyat. Seorang bijak akan menyelesaikan permasalahan sampai kepada titik akarnya, bukan hanya ingin membuat pertengkaran berhenti. Jikalau tidak diselesaikan, maka permasalahan tersebut akan menjadi binatang buas yang bersembunyi yang menunggu waktu yang tepat untuk menerkam mangsanya. Kita mengingat bagaimana perang dingin antara Amerika Serikat dan Uni Soviet begitu menegangkan dan begitu mengerikan. Dunia menjadi saksi, dunia terpaksa memihak kepada salah satu dari kedua kekuatan raksasa tersebut. Perebutan kekuasaan di beberapa negara seperti Korea, Vietnam, Jerman, Eropa Timur, Amerika Selatan, dan beberapa negara lainnya adalah sebuah perjuangan ingin mengikuti Blok Timur atau Blok Barat. Senjata pemusnah massal telah diciptakan dan dikembangkan di dalam kualitas dan kuantitas yang tidak terbayangkan. Jikalau perang dingin ini benar-benar terjadi, maka perang tersebut akan menjadi perang yang paling mengerikan yang pernah ada karena sejata pemusnah massal dan dunia secara jelas terbagi menjadi menjadi kedua golongan. Seperti inilah yang akan terjadi ketika masalah tidak dibersihkan dan hanya dipendam untuk mendapatkan ketenangan sementara.
Penyelesaian harus sampai kepada kejelasan bahwa apa yang menjadi permasalahannya dan apa yang menjadi solusi yang menguntungkan bagi kedua belah pihak. Seorang bijak ketika menghadapi pertengaran atau menjadi juri tidak boleh menjadi orang yang memihak kepada satu sisi, tetapi harus berpihak kepada kedua sisi yang sedang bertengkar. Ketidakberpihakan adalah sesuatu yang mustahil. Apalagi ketika yang mengalami permasalahan adalah dirinya, maka dia pasti akan memihak dirinya sendiri, tetapi seorang bijak tidak akan hanya memihak kepada dirinya tetapi memihak kepada orang lain yang menjadi seterunya. Dia tidak hanya mementingkan keuntungannya, tetapi juga berpikir agar di dalam penyelesaian permasalahan ini, seterunya pun bisa diuntungkan.
3.            To Pacify (untuk menenangkan/ menenteramkan). Sebagaimana yang telah disebutkan di atas bahwa ketika perseteruan terjadi, maka seorang bijak tidak akan membuat orang-orang sekitar terlibat di dalam suatu permasalahan, khususnya permasalahan dimana orang-orang sekitar tidak mengerti dengan pasti dan dimana mereka tidak harus terlibat di dalamnya. Seorang bijak di dalam suatu keadaan yang sulit, maka dia akan berusaha agar membuat orang-orang yang di sekitar tenang. Kita teringat dengan apa yang dikatakan oleh Yesus ketika musuh-musuh-Nya datang untuk menangkap-Nya di taman Getsemani. Pada saat itu murid-murid-Nya mengalami emosi yang begitu kacau: takut, marah, dan gusar. Petrus ketika itu memotong kuping salah satu tentara yaitu Malkhus. Tetapi apakah Yesus memprovokasi Petrus sehingga Petrus melakukan hal tersebut? Tidak! Apakah Yesus lebih lanjut setelah kejadian untuk memprovokasi agar Petrus bertengkar dengan para tentara? Tidak! Tetapi Yesus menenangkan Petrus dengan mengatakan, "Sarungkan pedangmu itu; bukankah Aku harus minum cawan yang diberikan Bapa kepada-Ku?" (Yoh.18:11). Inilah karakter orang bijaksana, membawa ketenangan ditengah-tengah perseteruan yang ada.
4.             To Forgive. Ketika rekonsiliasi terjadi, maka seorang yang bijak akan mengampuni musuh-musuhnya. Dia akan melepaskan seluruh permasalahan yang ada. Tanpa pengampunan maka tidak akan ada kedamaian yang sejati.  Kata mengampuni sangat dengan dekat kata merciful (kemurahan). Karena ketika kita mengampuni kesalahan orang lain, maka itu adalah suatu bentuk kemurahan hati kita yang rela tidak menuntut kesalahan-kesalahan tersebut harus dibayar. Ketika seseorang senantiasa menginginkan kedamaian harus dengan pembalasan dendam, melalui pemuasan kemarahan terhadap kesalahan orang lain maka perseteruan akan terus-menerus terjadi. Mencari kedamaian melalui pemuasan dendam tidak akan pernah pada kedamaian, itu adalah sebuah utophia. Justru sebaliknya yang terjadi: kesakitan, kepedihan, penderitaan, dan dendam yang semakin besar, yang semakin parah yang akan diperoleh. Sakit hati pada masing-masing pihak tidak akan pernah bisa dipuaskan. Hal ini kita bisa pelajari di dalam kisah Romeo dan Juliet. Romoe dan Juliet berasal dari dua pasangan yang berasal dari dua keluarga yang berseteru. Salah satu tema dari kisah tersebut adalah kisah yang saling membalas dendam satu dengan yang lain. Bukan hanya pemimpin keluarga tersebut yang merasakan dampai kehidupan yang tidak pernah saling memaafkan ini, tetapi anak-anak mereka juga. Romeo dan Juliet harus menjalin cinta terlarang, mereka harus berjuang di dalam mempertahankan cinta mereka. Karena ketiadaan pengampunan ini jugalah maka Romeo dan Juliet harus mati di akhir kisahnya. Tanpa pengamunan, kedamaian tidak akan pernah terjadi. Karena itu seorang bijaksana pastilah orang yang akan mengampuni seterunya. Yesus mengatakan Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu. (Mat 5:44)

Artikel Terpopuler

Saturn Devouring His Son - Fransico Goya (1819)

Salah satu lukisan yang paling mengerikan sepanjang sejarah: Saturn devouring his son yang dilukis oleh pelukis spanyol Francisco Goya (18...