Tuesday 7 July 2015

Perihal Kebijaksanaan #10: Memiliki Kemarahan Yang Benar

16 Orang bijak berhati-hati dan menjauhi kejahatan, tetapi orang bebal melampiaskan nafsunya dan merasa aman. 17 Siapa lekas naik darah, berlaku bodoh, tetapi orang yang bijaksana, bersabar. (Ams. 14:16-17)

            Kemarahan adalah salah satu aspek dari emosi manusia. Sehingga ketika berbicara tentang kebijaksanaan, maka kemarahan adalah aspek yang tidak mungkin tidak harus dibahas. Bagaimana karakter kemarahan dari orang bijak? Pada bagian ini dikatakan bahwa seorang bijaksana tidak lekas naik darah/ marah. Firman Tuhan ini bukan bermaksud bahwa seorang bijak tidak boleh marah. Tidak lekas marah, bukan berarti tidak boleh marah. Tentu saja kemarahan adalah sesuatu yang ada di dalam kehidupan manusia, bahkan menurut saya sesuatu yang harus ada. Apalagi ketika seseorang adalah seorang yang bijak pasti harus marah. Mengapa?
1.    Seorang bijak adalah gambar dan rupa Allah. Apa artinya gambar dan rupa Allah? Salah satunya adalah memiliki karakter-karakter yang mirip dengan Allah. Allah adalah pribadi yang suci dan dia senantiasa marah ketika kebenaran dan diri-Nya dipermainkan oleh dosa-dosa manusia (Ul. 7:4; Maz. 78:31; dll – ada 51 ayat yang saya temukan, masih banyak yang lain). Ketika kita membaca Rom. 1:18-32, maka kita melihat dengan jelas gambaran Allah yang pasti senantiasa, setiap waktu murka terhadap manusia. Seorang bijak adalah gambar dan rupa Allah yang sudah diperbaharui oleh Allah sendiri sehingga ketika seorang bijaksana melihat kebenaran dan diri Allah dipermainkan maka respon yang tepat adalah marah sebagaimana Allah marah.
2.    Seorang bijak adalah Kristus Kecil. Sekali lagi saya ingatkan, di dalam membahas tentang karakter bijak, maka saya asumsikan orang bijak di sini adalah seorang Kristen. Seorang bijak adalah seorang Kristen. Apa itu Kristen? Kristen berarti Kristus Kecil. Arti kata ini mirip dengan gambar dan rupa Allah, yaitu hidup seorang bijak mewakili Kristus yang sejati. Kita membaca di dalam Alkitab bahwa Kristus berkali-kali marah dengan orang-orang berdosa, khususnya dengan orang munafik seperti Farisi, ahli Taurat, Saduki, dan Herodian. Di dalam Alkitab juga kita membaca bahwa Kristus juga marah tehadap murid-Nya sendiri.
Namun, meskipun orang Kristen harus marah, tidak semua kemarahan itu benar. Seperti apa kemarahan yang tidak benar tersebut?
1.    Kemarahan yang jahat. Di dalam Amsal 14:16, dikatakan bahwa “Orang bijak berhati-hati dan menjauhi kejahatan”. Ketika kita memperhatikan bahasa aslinya, maka kalimat ini lebih berarti orang bijak takut dan menjauhi kejahatan. Kata kejahatan di sini dikontraskan dengan kalimat selanjutnya: “tetapi orang bebal melampiaskan nafsunya”. Kata nafsu di sini lebih berarti kemarahannya. Jadi, kejahatan pada kalimat pertama sinonim dengan kemarahan pada kalimat kedua. Artinya tidak seorang bijak tidak boleh marah yang jahat. Tidak semua kemarahan adalah jahat. Jikalau semua kemarahan adalah jahat, maka Allah pasti jahat. Orang bijak hanya dilarang untuk marah yang jahat.
Di dalam bahasa Yunani, ada beberapa kata yang mewakili kata marah:
i.              Thumos: kemarahan yang diluar kontrol. Biasanya kata ini digunakan kepada orang yang belum diselamatkan atau iblis ketika marah (Why. 12:12). Kemarahan seperti ini adalah kemarahan yang berdosa di mata Tuhan, karena kemarahan ini adalah kemarahan yang begitu merugikan, menyakiti, bahkan bisa membunuh diri sendiri bahkan orang lain. Selain alasan tersebut, kemarahan diluar kontrol adalah dosa karena ini adalah sebuah sikap yang tidak berasal dari karakter Kristen, yaitu buah roh. Salah satu buah roh adalah pengendalian diri. Beberapa tahun yang lalu ada seorang Asia yang begitu depresi dan marah. Karena kemarahannya tidak bisa dikontrol maka dia berniat untuk membunuh semua orang yang ada di dalam sebuah kelas dengan cara menembaki orang-orang yang ada di di dalamnya.
ii.            Parorgismos: kemarahan yang muncul dari perasaan iri hati atau cemburu. Kemarahan ini bisa benar atau tidak. Allah cemburu ketika melihat umat-Nya menyembah berhala. Ini adalah kemarahan yang benar. Tetapi ketika kecemburuan berakibat sebuah tindakan dosa. Di China pernah terjadi sebuah kasus dimana seorang permaisuri cemburu dengan istri muda Kaisar sehingga memotong tangan, kaki, dan membuat istri muda itu kehilangan matanya. Ini adalah kecemburuan yang salah.
iii.           Orge: kemarahan yang berasal dari keyakinan apa yang benar. Alkitab menceritakan bahwa Yesus marah di bait Allah karena telah membuat bait Allah sebagai sarang penyamun karena para pedagang telah merampok hak orang-orang non Yahudi untuk beribadah di rumah Allah.

Jadi, seorang bijak tidak boleh marah dengan kemarahan yang jahat seperti thumos: kemarahan yang di luar kontrol dan kemarahan Parorgismos: kemarahan yang berasal dari kecemburuan yang salah. Namun seorang bijak haruslah marah di dalam kategori orge. Bagi saya ketika seseorang mengatakan bahwa dirinya tidak bisa marah, maka ada hal yang keliru di dalam kerohaniannya. Seorang yang memiliki rohani yang baik pasti marah di dalam kategori orge karena dia adalah gambar dan rupa Allah yang telah diperbaharui dan juga merupakan Kristus kecil.

2.    Kemarahan yang tidak pada waktunya. Sebagaimana yang telah saya katakan tadi di bagian atas bahwa ketika kita membaca Rom. 1:18-32, maka kita melihat dengan jelas gambaran Allah yang pasti senantiasa, setiap waktu murka terhadap manusia. Namun ini bukan berarti Allah lekas marah. Tetapi Allah marah di dalam waktu yang tepat: ketika kebenaran dan kemuliaan-Nya dipermainkan. Waktu yang tepat ketika seseorang marah adalah ketika seseorang dengan jelas mengerti bahwa pada waktu itu kebenaran Allah dan diri Allah dipermainkan dan dihina. Ini adalah waktu yang tepat untuk marah. Ini adalah sebuah tindakan yang bijaksana.
Kemarahan yang tidak pada waktunya seringkali membuat kehancuran bagi diri sendiri ataupun orang lain. Sebagaimana dikisahkan Sepasang suami isteri seperti pasangan lain di kota-kota besar meninggalkan anak-anak untuk diasuh pembantu rumah ketika mereka bekerja. Anak tunggal pasangan ini, perempuan berusia tiga setengah tahun. Sendirian di rumah, dia sering dibiarkan pembantunya yang sibuk bekerja. Dia bermain diluar rumah. Dia bermain ayunan, berayun-ayun di atas ayunan yang dibeli papanya, ataupun memetik bunga matahari, bunga kertas dan lain-lain di halaman rumahnya. Suatu hari dia melihat sebatang paku karat. Dia ingin membuat sebuah karya yang indah untuk menyatakan cintanya kepada ayah dan ibunya. Dia pun mencoret lantai tempat mobil ayahnya diparkirkan tetapi karena lantainya terbuat dari marmer, coretan tidak kelihatan. Dicobanya pada mobil baru ayahnya. Coretan tersebut tampak jelas. Dibuatnya gambar ibu dan ayahnya, gambarnya sendiri. Kejadian itu berlangsung tanpa disadari si pembantu rumah. Pulang petang itu, terkejutlah ayah ibunya melihat mobil yang baru setahun dibeli dengan angsuran. Si bapak yang belum lagi masuk ke rumah ini pun terus menjerit, “Kerjaan siapa ini?” Pembantu rumah yang tersentak dengan jeritan itu berlari keluar. Pembantu terus mengatakan “Tak tahu… !” Si anak yang mendengar suara ayahnya, tiba-tiba berlari keluar dari kamarnya. Dengan penuh manja dia berkata “Ita yg membuat itu papa…. cantik kan!” katanya sambil memeluk papanya ingin bermanja seperti biasa. Si ayah yang hilang kesabaran mengambil sebatang ranting kecil dari pohon bunga raya di depannya, terus dipukulkannya dengan keras dan tanpa henti ke kedua tangan anaknya. Si anak yang tak mengerti apa-apa terlolong-lolong kesakitan sekaligus ketakutan. Si ibu cuma mendiamkan saja, seolah merestui dan merasa puas dengan hukuman yang dikenakan.  Setelah kedua orang tua tersebut masuk ke rumah, pembantu rumah menggendong anak kecil itu, membawanya ke kamar. Dilihatnya telapak tangan dan belakang tangan si anak kecil luka-luka dan berdarah. Pembantu rumah memandikan anak kecil itu. Sambil menyiram air sambil dia ikut menangis. Anak kecil itu juga terjerit-jerit menahan kepedihan saat luka-lukanya itu terkena air. Si pembantu rumah kemudian menidurkan anak kecil itu. Si bapak sengaja membiarkan anak itu tidur bersama pembantu rumah. Keesokkan harinya, kedua belah tangan si anak bengkak. Pembantu rumah mengadu. “Oleskan obat saja!” jawab si bapak. Pulang dari kerja, dia tidak memperhatikan anak kecil itu yang menghabiskan waktu di kamar pembantu. Si bapak konon mau mengajar anaknya. Tiga hari berlalu, si ayah tidak pernah menjenguk anaknya sementara si ibu juga begitu tetapi setiap hari bertanya kepada pembantu rumah. “Ita demam…” jawab pembantunya ringkas.” Kasih minum obat penurun panas ,” jawab si ibu. Sebelum si ibu masuk kamar tidur dia menjenguk kamar pembantunya. Saat dilihat anaknya Ita dalam pelukan pembantu rumah, dia menutup lagi pintu kamar pembantunya. Memasuki hari keempat, pembantu rumah memberitahukan tuannya bahwa suhu badan Ita terlalu panas. “Sore nanti kita bawa ke klinik” kata majikannya itu. Sampai saatnya si anak yang sudah lemah dibawa ke klinik. Dokter mengarahkan ia dirujuk ke hospital karena keadaannya serius. Setelah seminggu di rawat inap doktor memanggil bapak dan ibu anak itu. “Tidak ada pilihan..” katanya yang mengusulkan agar kedua tangan anak itu diamputasi karena gangren yang terjadi sudah terlalu parah. “Tangannya sudah bernanah, demi menyelamatkan nyawanya kedua tangannya perlu dipotong dari siku ke bawah” kata doktor. Si bapak dan ibu bagaikan terkena halilintar mendengar kata-kata itu. Terasa dunia berhenti berputar, tapi apa yang dapat dikatakan. Si ibu meraung merangkul si anak. Dengan berat hati dan lelehan air mata isterinya, si bapak terketar-ketar menandatangani surat persetujuan pembedahan. Keluar dari bilik pembedahan, selepas obat bius yang disuntikkan habis, si anak menangis kesakitan. Dia juga heran melihat kedua tangannya berbalut kasa putih. Ditatapnya muka ayah dan ibunya. Kemudian ke wajah pembantu rumah. Dia mengerutkan dahi melihat mereka semua menangis. Dalam siksaan menahan sakit, si anak bersuara dalam linangan air mata. “Papa.. Mama… Ita tidak akan melakukannya lagi. Ita tak mau dipukul papa. Ita tak mau jahat. Ita sayang papa.. sayang mama.” katanya berulang kali membuatkan si ibu gagal menahan rasa sedihnya. “Ita juga sayang Kak Narti..” katanya memandang wajah pembantu rumah, sekaligus membuatkan gadis itu meraung histeris. “Papa.. kembalikan tangan Ita. Untuk apa diambil.. Ita janji nggak akan mengulanginya lagi! Bagaimana caranya Ita mau makan nanti? Bagaimana Ita mau bermain nanti? Ita janji tdk akan mencoret-coret mobil lagi,” katanya berulang-ulang. Serasa copot jantung si ibu mendengar kata-kata anaknya. Meraung-raung dia sekuat hati namun takdir yang sudah terjadi, tiada manusia dapat menahannya.
Inilah contoh kemarahan yang tidak tepat pada waktunya. Si anak adalah seorang yang tidak mengerti apa yang dilakukannya adalah kesalahan, si anak belum pernah diajarkan bahwa mobil adalah sebuah hal yang begitu berharga, si anak tidak mengerti bahwa itu adalah jerih payah kedua orang tuanya. Bahkan anak tersebut juga tidak mengerti apa itu jerih payah. Anak tersebut berbuat hal tersebut bukan karena dosanya karena dia belum mengerti. Tetapi kemarahan kedua orang tua yang tidak tepat pada waktunya tersebut bukan hanya merugikan diri mereka karena mereka gagal mendidik si anak, tetapi merugikan diri si anak. Dia harus kehilangan kedua tangannya karena kemarahan yang bodoh dari kedua orang tuanya.


No comments:

Post a Comment

Artikel Terpopuler

Saturn Devouring His Son - Fransico Goya (1819)

Salah satu lukisan yang paling mengerikan sepanjang sejarah: Saturn devouring his son yang dilukis oleh pelukis spanyol Francisco Goya (18...