Thursday 16 July 2015

Perihal Kebijaksanaan #14: Antisipasif, Bertekun, dan Tidak Bermain-Main dengan Kejahatan.


Amsal 22:3 Kalau orang bijak melihat malapetaka, bersembunyilah ia, tetapi orang yang tak berpengalaman berjalan terus, lalu kena celaka.


Melalui ayat ini kita bisa belajar beberapa karakter orang bijaksana:

1.            Bersikap Antisipatif. Seorang bijaksana adalah seorang yang bisa mengantisipasi tentang malapetaka yang akan terjadi. Di dalam bahasa Inggris Versi King James mengatakan bahwa Proverbs 22:3 A prudent man foreseeth the evil, and hideth himself: but the simple pass on, and are punished. Kata foreseeth di sini menandakan bahwa seorang bijaksana bukan hanya melihat malapetaka di depan matanya, tetapi dia mampu meramalkan akan terjadi malapetaka melalui observasi yang dia lakukan terhadap kondisi yang ada di sekitarnya. Di dalam bahasa aslinya, kata melihat/ foreseeth di sini adalah רָאָה (ra’ah) yang bukan hanya berarti melihat tetapi juga inspect yang berarti meneliti atau mengobservasi. Artinya meramalkan di sini bukan melulu sebuah pekerjaan kenabian yang bersifat supranatural yang berasal dari Allah, tetapi juga melalui penelitian atau observasi secara akademis ataupun observasi di dalam kehidupan sehari-hari. Ketika melakukan hal tersebut, orang bijaksana mengetahui bahwa suatu keadaan tertentu akan membawa malapetaka sehingga malapetaka yang akan terjadi yang telah dia lihat tersebut akan dipantisipasi sedapat mungkin. Inilah yang dilakukan oleh Yusuf ketika dia berada di Mesir. Ketika dia mampu melihat sesuatu yang akan terjadi di depan, yaitu bencana kelaparan yang besar, maka dia mampu mengantisipasi seluruh keadaan tersebut. Sikap antisipatif ini memiliki efek logis tentang karakter seorang bijaksana, yaitu:

2.            Bersikap Tekun. Seorang yang mampu mengantisipasi adalah seorang yang terlebih dahulu mampu mengobservasi keadaan sekeliling. Pengobservasian bukanlah sebuah pekerjaan yang gampang. Pekerjaan tersebut membutuhkan ketekunan karena harus meneliti berbagai entitas,  berbagai data yang ada di sekelilingnya, sehingga dia berani mengambil keputusan. Tindakan seperti ini tentulah harus memiliki ketekunan yang tinggi. Pada zaman ini begitu banyak orang Kristen yang memiliki mental “mie instant”, artinya berharap tunggu beberapa detik berharap sudah langsung mendapatkan hasil, sudah langsung bisa membawa pulang kesimpulan. Ingin sembuh hanya mengandalkan muzizat, ingin kaya hanya mengandalkan berkat-berkat dari Tuhan dengan muzizat yang instant. Padahal Alkitab mengajarkan bahwa seringkali Tuhan lebih memakai cara ketekunan daripada hal-hal bersifat instant. Misalnya saja kasus orang-orang Israel ketika keluar dari Mesir. Untuk bisa masuk ke tanah Kanaan, sebenarnya Tuhan bisa saja dengan instant dalam hitungan bulan membawa mereka masuk. Tetapi ini bukan cara Allah. Allah lebih menginginkan mereka untuk berkeliling padang pasir selama 40 tahun. Tuhan mendidik mereka di dalam ketekunan sehingga mereka bertumbuh. Tuhan mendidik mereka di dalam ketekunan sehingga teruji siapa yang beriman dan berserah kepada Tuhan dan siapa yang tidak. Hal ini juga harusnya dimiliki oleh umat Allah yang sejati. Mengapa? Karena inilah karakter orang bijaksana. Tuhan pernah menawarkan sebuah jalan keluar bagi Musa yaitu jalan instant menuju Kanaan. Tuhan mengatakan kepada Musa bahwa dia akan mengirimkan malaikatnya di depan Israel dan malaikat tersebut menghantam seluruh musuh-musuh Israel sehingga dengan instant Israel bisa masuk ke dalam tanah Kanaan. Jikalau Musa adalah orang Kristen zaman sekarang, maka Musa akan mengatakan, “Syukur. Inilah jalan yang terbaik. Tanpa ketekunan, kami bisa mendapatkan hasil.” Tetapi bukan itu respon Musa. Musa mengatakan, “Lebih baik kami mati di padang gurun ini, jikalau Tuhan tidak bersama-sama kami.” Apa hubungan antara jalan instant ini dengan ketidakhadiran Tuhan? Artinya Musa mengerti bahwa jalan instant adalah jalan yang tidak sesuai dengan kehendak Allah. Ini adalah cara malas, bukan cara orang bijaksana. Tuhan mengharapkan ketekunan umat-Nya. Berkali-kali orang Israel mengharapkan hal yang nikmat, hal yang instant. Demi ke-instanan tersebut maka orang Israel rela membuang Tuhan berkali-kali. Percayalah, ketka kita mencari jalan yang pintas, maka seringkali kita akan lupa Tuhan dan kita tidak memiliki kesempatan bertekun dan bergumul dihadapan Tuhan. Inilah ciri-ciri orang bijaksana: bertekun!

3.            Tidak mau “bermain-main” dengan kejahatan atau malapetaka. Jikalau kita melihat di dalam bentuk bahasa Yunani-nya, kata melihat memiliki tense “aorist”. Tense ini berarti sesuatu yang dikerjakan dan hanya dikerjakan sekali dan tidak akan diulangi lagi. Di dalam hal ini, seorang bijaksana ketika dia telah berhasil meneliti bahwa segala keadaan di sekitar akan membawa malapetaka atau sesuatu yang diperbuatkan akan menimbulkan kejahatan atau malapetaka, maka dia tidak akan bermain-main dengan malapetaka tersebut. Dia tidak akan memikirkan ulang apakah dia masih bisa mengambil keuntungan dari apa yang dia akan lakukan tersebut. Dia seorang yang akan tidak pernah melihat ke belakang lagi. Sebagaimana dengan kasus Lot dan Istrinya. Lot mengerti apa yang dikatakan oleh Tuhan, segala sesuatu akan menjadi malapetaka di Sodom dan Gomora. Sodom dan Gomora harus ditinggalkan, tidak perlu memikirkan ulang lagi. Tidak perlu bermain-main dengan malapetaka yang akan terjadi. Keputusan dari Allah adalah harus tinggalkan. Lot memiliki kebijaksanaan yang demikian. Dia tahu tidak boleh melihat ke belakang lagi sebagaimana yang Tuhan perintahkan. Tetapi berbeda dengan istri Lot yang tetap menimbang-nimbang ulang, tetap ini mencari ruang apakah ada keuntungan atau kenikmatan di dalam malapetaka tersebut. Istri Lot melihat ke belakang dan dia binasa bersama dengan malapetaka tersebut. Sekali lagi, orang bijaksana ketika sudah menimbang dan melihat akan terjadi malapetaka disekitarnya atau keputusan yang dia akan lalukan, maka dia akan bersembunyi dari malapetaka tersebut dan tidak akan memikirkan ulang kembali. Hanya sekali dan keputusan seorang bijak, “Aku tidak akan bermain-main dengan malapetaka.” Di dalam bahasa mandarin, kata malapetaka senantiasa berlawanan dengan kata bahaya. Kedua hal ini adalah sesuatu yang tidak mungkin berdekatan apalagi sesuatu yang tidak melahirkan yang lain. Maksudnya bahaya tidak mungkin akan melahirkan kesempatan atau keuntungan, demikian juga sebaliknya. Karena itu ketika seorang Chinese mengetahui ini adalah bahaya, maka dia akan segera pergi tanpa memikirkan ulang apakah ada keuntungan yang akan didapatkan di dalam kebahayaan tersebut. Karena itu di dalam mandarin, kata krisis (kesulitan) berasal dari dua kata, yaitu kebahayaan/malapetaka dan kesempatan. Artinya kedua kata tersebut itu berlawanan. Memang kesulitan bisa membawa kebahayaan atau membawa kesempatan. Tetapi kebahayaan tidak akan mungkin membawa kesempatan atau keuntungan sama sekali.

No comments:

Post a Comment

Artikel Terpopuler

Saturn Devouring His Son - Fransico Goya (1819)

Salah satu lukisan yang paling mengerikan sepanjang sejarah: Saturn devouring his son yang dilukis oleh pelukis spanyol Francisco Goya (18...