Hai anakku, dengarkanlah, dan jadilah bijak, tujukanlah hatimu ke jalan yang benar.
(Amsal 23:19 ITB)
1. Hanya berpegang kepada
kebenaran.
Agar
tidak mengalami kesalahpahaman atau kebingungan ketika anda membaca beberapa
versi terjemahan Alkitab, ada baiknya saya memulai dengan sedikit pendekatan
teknis dari beberapa bahasa Alkitab perihal kalimat kedua dari ayat ini:
Di
dalam bahasa Inggris, ayat ini memiliki kalimat: and guide thine heart in the way.
(Pro 23:19 KJV) yang artinya pimpinlah hatimu di
dalam jalan (jalur). Di dalam bahasa Ibrani mengatakan וְאַשֵּׁ֖ר בַּדֶּ֣רֶךְ
לִבֶּֽךָ׃ (Pro 23:19 WTT)
yang artinya: pimpinlah hatimu lurus. Kata lurus juga dapat
diartikan benar, sehingga kita juga bisa mengatakan di dalam bahasa Ibrani
berarti pimpinlah hatimu benar. Keunikan
terjemahan bahasa Indonesia menggabungkan dua kata penting di dalam bahasa
Inggris: jalan, dan Ibrani: benar, dengan mengatakan: , tujukanlah hatimu ke jalan yang benar. Dengan demikian, ketika
terjemahan tersebut tidak saling kontradiksi tetapi terjemahan tersebut menggunakan
istilah yang berbeda dengan makna yang sama, yaitu hati yang diarahkan kepada kebenaran.
Dengan demikian, kita bisa
melanjutkan pembahasan tentang ciri-ciri orang bijaksana yang bisa temukan pada
ayat ini.
Ciri-ciri
seorang bijaksana selanjutnya yang bisa kita temukan pada ayat ini adalah
seorang yang berpegang teguh terhadap kebenaran. Mereka akan mengorbankan
segala sesuatu demi kebenaran. Setiap syahwat yang bertentangan dengan syahwat
kebenaran adalah haram menurut mereka. Bagi mereka, menentang kebenaran adalah penistaan
yang tidak dapat ditolerir. Mereka mampu hidup miskin, hidup susah payah,
asalkan mereka dapat hidup benar dan menjaga hati nurani yang bersih.
Orang-orang
yang bijaksana mampu mengangkat beban yang begitu sulit ketika seluruh dunia
menentang mereka karena sifat dan sikap mereka yang menjunjung kebenaran dengan
tinggi. Tidak ada yang dapat menekan mereka untuk dapat mengorbankan kebenaran,
bahkan ancaman maut sekalipun. Demikian Sokrates, seorang guru filsuf (pecinta
kebijaksanaan) yang rela mati demi mempertahankan kebenaran. Baginya kematian
adalah sesuatu yang biasa dan pasti dialami oleh setiap manusia, karena itu
kematian bukan penghalang kebenaran. Contoh lain kita bisa temukan di dalam Alkitab
adalah kisah dari Rasul Paulus. Dia adalah seorang yang berpegang teguh kepada
kebenaran, sifat “farisi”-nya tidak pernah hilang ketika dia menjadi seorang
Kristen. Bahkan sifat yang bersikeras kepada kebenaran tersebut membuat dia
hidup menderita. Teman-teman lamanya sesama Farisi memusuhi bahkan ingin
mencelakakannya. Dia menjadi salah satu buronan yang paling dicari oleh
kolega-kolega lamanya. Dia dicerca, dia dihina, dia dilempar batu, dia
dipenjara, bahkan pada akhirnya dia dibunuh oleh kaisar Nero, tetap saja dia
berpegang kepada kebenaran. Tidak sedikitpun terbesit di dalam pikirannya untuk
mengorbankan kebenaran dan kompromi terhadap kebenaran agar dia bisa sedikit
saja mengalami kelonggaran dari kesulitan akibat kebenaran tersebut.
Dengan
demikian, kita bisa simpulkan bahwa setiap orang yang bijaksana adalah orang
yang dekat dengan kebenaran.
2. Mengarahkan hati kepada
kebenaran.
Ciri-ciri
kedua adalah “mengarahkan” hati
kepada kebenaran. Di dalam bahasa Inggris disebutkan “guide” your heart.
Seorang yang bijaksana adalah seorang yang tentunya tidak secara otomatis
langsung mengerti dan dekat dengan kebenaran. Tetapi dia mengarahkan, memimpin
hatinya kepada kebenaran. Dengan demikian dapat diartikan bahwa seorang yang
bijaksana secara aktif mencari kebenaran dan melatih dirinya untuk dekat dengan
kebenaran.
Prinsip
“latihan” ini perlu kita cermati. Mengingat pada dasarnya manusia adalah orang
yang berdosa, yang benci kepada kebenaran karena kebenaran tidak pernah membuat
mereka bisa memenuhi seluruh syahwat duniawi mereka. Tidak ada satupun orang
yang dapat ahli tanpa latihan. Seorang altet yang ahli di dalam olahraga
tertentu, pasti sudah menghabiskan begitu banyak waktu untuk latihan olahraga
tersebut sehingga segala sesuatu yang dia lakukan yang berhubungan dengan olah
raga tersebut menjadi biasa dan tidak terlalu sulit untuk dilakukan. Demikian
juga dengan melakukan kebenaran. Orang bijaksana harus melatih dirinya seperti
olahragawan sehingga dia menjadi orang yang biasa untuk melakukan kebenaran.
Prinsip
lain yang bisa kita temukan dari ilustrasi latihan adalah “memaksa” diri.
Seorang olahragawan tidak hanya sebatas melatih dirinya, tetapi untuk
meningkatkan daya tahan dan kekuatannya, maka dia memaksa dirinya untuk
melakukan sesuatu yang di luar batas kemampuan mereka. Demikian juga seorang
yang bijaksana. Seorang yang bijaksana adalah seorang yang memaksa dirinya
untuk melakukan kebenaran, meskipun itu sesuatu yang terasa sulit bahkan diluar
kemampuan mereka.
KEUNTUNGAN MENJADI ORANG YANG
BERPEGANG KEPADA KEBENARAN: KEBAHAGIAAN.
Seorang bijaksana bukanlah seorang yang
akan senantiasa hidup menderita, kesulitan, seolah-olah tidak mendapatkan
keuntungan apapun. Meskipun harus disadari bahwa keuntungan yang mereka
dapatkan bukan serta-merta keuntungan seperti apa yang dunia tawarkan: hidup
yang serba glamor, gemerlap, dan mampu memenuhi seluruh hasrat mereka.
Kata kebenaran di dalam ayat ini
berasal dari kata: אָשָׁר (°¹sh¹r) yang berarti kebahagiaan. Mereka
tidak perlu berpikir keras bagaimana caranya untuk mendapatkan target keuangan
setiap bulan, karena itu bukanlah tujuan mereka. Mereka tidak perlu pusing
untuk memenuhi seluruh hasrat hobi mereka yang harus membuat mereka mencari uang
ratusan juta demi pemenuhan hobi tersebut. Hidup mereka tidak perlu dikejar-kejar
oleh target-target dunia demi kepentingan kesombongan atau hasrat untuk
membanggakan diri. Kita dapat melihat bagaimana orang-orang yang memiliki
target-target tertentu justru menjadi orang yang paling tertekan di dunia. Mereka
seolah-olah bisa menikmati hidup mereka karena seluruh pencapaian tersebut. Tetapi
pencapaian tersebut merupakan sesuatu yang sebenarnya membuat mereka gusar,
khawatir akan hari esok, apakah seluruh target-target demi pemuasan hasrat
dunia tersebut dapat dipenuhi. Semakin mereka menuju target, semakin meningkat
tekanan. Semakin mereka tidak puas, dan tidak sedikit diantara mereka berujung
kepada rasa tertekan, stress, dan bahkan melenyapkan nyawa mereka sendiri.
Menurut
Amsal, orang yang paling bahagia adalah orang bijaksana karena dia berpegang
teguh kepada kebenaran dan mencari kebenaran. Blaise Pascal mengatakan “tidak ada hal yang mampu membuat kita bahagia, kecuali keinginan yang
tulus untuk mencari kebenaran.” Hidup mereka sederhana: menjalankan
kebenaran dan mencari kebenaran. Mereka makan seadanya, minum seadanya. Bagi mereka
itu cukup, asalkan tujuan mereka dapat tercapai, yaitu KEBENARAN. Itulah orang
bijaksana.
No comments:
Post a Comment