Tuesday, 15 November 2016

Perihal Kebijaksanaan #17 - Berpegang & Mengarahkan Hati Kepada Kebenaran


Hai anakku, dengarkanlah, dan jadilah bijak, tujukanlah hatimu ke jalan yang benar. (Amsal 23:19 ITB)

1. Hanya berpegang kepada kebenaran.
Agar tidak mengalami kesalahpahaman atau kebingungan ketika anda membaca beberapa versi terjemahan Alkitab, ada baiknya saya memulai dengan sedikit pendekatan teknis dari beberapa bahasa Alkitab perihal kalimat kedua dari ayat ini:
Di dalam bahasa Inggris, ayat ini memiliki kalimat: and guide thine heart in the way. (Pro 23:19 KJV) yang artinya pimpinlah hatimu di dalam jalan (jalur). Di dalam bahasa Ibrani mengatakan וְאַשֵּׁ֖ר בַּדֶּ֣רֶךְ לִבֶּֽךָ׃ (Pro 23:19 WTT) yang artinya: pimpinlah hatimu lurus. Kata lurus juga dapat diartikan benar, sehingga kita juga bisa mengatakan di dalam bahasa Ibrani berarti  pimpinlah hatimu benar. Keunikan terjemahan bahasa Indonesia menggabungkan dua kata penting di dalam bahasa Inggris: jalan, dan Ibrani: benar, dengan mengatakan: , tujukanlah hatimu ke jalan yang benar. Dengan demikian, ketika terjemahan tersebut tidak saling kontradiksi tetapi terjemahan tersebut menggunakan istilah yang berbeda dengan makna yang sama, yaitu hati yang diarahkan kepada kebenaran.
Dengan demikian, kita bisa melanjutkan pembahasan tentang ciri-ciri orang bijaksana yang bisa temukan pada ayat ini.
Ciri-ciri seorang bijaksana selanjutnya yang bisa kita temukan pada ayat ini adalah seorang yang berpegang teguh terhadap kebenaran. Mereka akan mengorbankan segala sesuatu demi kebenaran. Setiap syahwat yang bertentangan dengan syahwat kebenaran adalah haram menurut mereka. Bagi mereka, menentang kebenaran adalah penistaan yang tidak dapat ditolerir. Mereka mampu hidup miskin, hidup susah payah, asalkan mereka dapat hidup benar dan menjaga hati nurani yang bersih.
Orang-orang yang bijaksana mampu mengangkat beban yang begitu sulit ketika seluruh dunia menentang mereka karena sifat dan sikap mereka yang menjunjung kebenaran dengan tinggi. Tidak ada yang dapat menekan mereka untuk dapat mengorbankan kebenaran, bahkan ancaman maut sekalipun. Demikian Sokrates, seorang guru filsuf (pecinta kebijaksanaan) yang rela mati demi mempertahankan kebenaran. Baginya kematian adalah sesuatu yang biasa dan pasti dialami oleh setiap manusia, karena itu kematian bukan penghalang kebenaran. Contoh lain kita bisa temukan di dalam Alkitab adalah kisah dari Rasul Paulus. Dia adalah seorang yang berpegang teguh kepada kebenaran, sifat “farisi”-nya tidak pernah hilang ketika dia menjadi seorang Kristen. Bahkan sifat yang bersikeras kepada kebenaran tersebut membuat dia hidup menderita. Teman-teman lamanya sesama Farisi memusuhi bahkan ingin mencelakakannya. Dia menjadi salah satu buronan yang paling dicari oleh kolega-kolega lamanya. Dia dicerca, dia dihina, dia dilempar batu, dia dipenjara, bahkan pada akhirnya dia dibunuh oleh kaisar Nero, tetap saja dia berpegang kepada kebenaran. Tidak sedikitpun terbesit di dalam pikirannya untuk mengorbankan kebenaran dan kompromi terhadap kebenaran agar dia bisa sedikit saja mengalami kelonggaran dari kesulitan akibat kebenaran tersebut.
Dengan demikian, kita bisa simpulkan bahwa setiap orang yang bijaksana adalah orang yang dekat dengan kebenaran.

2. Mengarahkan hati kepada kebenaran.
Ciri-ciri kedua adalah “mengarahkan” hati kepada kebenaran. Di dalam bahasa Inggris disebutkan guide” your heart. Seorang yang bijaksana adalah seorang yang tentunya tidak secara otomatis langsung mengerti dan dekat dengan kebenaran. Tetapi dia mengarahkan, memimpin hatinya kepada kebenaran. Dengan demikian dapat diartikan bahwa seorang yang bijaksana secara aktif mencari kebenaran dan melatih dirinya untuk dekat dengan kebenaran.
Prinsip “latihan” ini perlu kita cermati. Mengingat pada dasarnya manusia adalah orang yang berdosa, yang benci kepada kebenaran karena kebenaran tidak pernah membuat mereka bisa memenuhi seluruh syahwat duniawi mereka. Tidak ada satupun orang yang dapat ahli tanpa latihan. Seorang altet yang ahli di dalam olahraga tertentu, pasti sudah menghabiskan begitu banyak waktu untuk latihan olahraga tersebut sehingga segala sesuatu yang dia lakukan yang berhubungan dengan olah raga tersebut menjadi biasa dan tidak terlalu sulit untuk dilakukan. Demikian juga dengan melakukan kebenaran. Orang bijaksana harus melatih dirinya seperti olahragawan sehingga dia menjadi orang yang biasa untuk melakukan kebenaran.
Prinsip lain yang bisa kita temukan dari ilustrasi latihan adalah “memaksa” diri. Seorang olahragawan tidak hanya sebatas melatih dirinya, tetapi untuk meningkatkan daya tahan dan kekuatannya, maka dia memaksa dirinya untuk melakukan sesuatu yang di luar batas kemampuan mereka. Demikian juga seorang yang bijaksana. Seorang yang bijaksana adalah seorang yang memaksa dirinya untuk melakukan kebenaran, meskipun itu sesuatu yang terasa sulit bahkan diluar kemampuan mereka.

KEUNTUNGAN MENJADI ORANG YANG BERPEGANG KEPADA KEBENARAN: KEBAHAGIAAN.
            Seorang bijaksana bukanlah seorang yang akan senantiasa hidup menderita, kesulitan, seolah-olah tidak mendapatkan keuntungan apapun. Meskipun harus disadari bahwa keuntungan yang mereka dapatkan bukan serta-merta keuntungan seperti apa yang dunia tawarkan: hidup yang serba glamor, gemerlap, dan mampu memenuhi seluruh hasrat mereka.
            Kata kebenaran di dalam ayat ini berasal dari kata: אָשָׁר (°¹sh¹r) yang berarti kebahagiaan. Mereka tidak perlu berpikir keras bagaimana caranya untuk mendapatkan target keuangan setiap bulan, karena itu bukanlah tujuan mereka. Mereka tidak perlu pusing untuk memenuhi seluruh hasrat hobi mereka yang harus membuat mereka mencari uang ratusan juta demi pemenuhan hobi tersebut. Hidup mereka tidak perlu dikejar-kejar oleh target-target dunia demi kepentingan kesombongan atau hasrat untuk membanggakan diri. Kita dapat melihat bagaimana orang-orang yang memiliki target-target tertentu justru menjadi orang yang paling tertekan di dunia. Mereka seolah-olah bisa menikmati hidup mereka karena seluruh pencapaian tersebut. Tetapi pencapaian tersebut merupakan sesuatu yang sebenarnya membuat mereka gusar, khawatir akan hari esok, apakah seluruh target-target demi pemuasan hasrat dunia tersebut dapat dipenuhi. Semakin mereka menuju target, semakin meningkat tekanan. Semakin mereka tidak puas, dan tidak sedikit diantara mereka berujung kepada rasa tertekan, stress, dan bahkan melenyapkan nyawa mereka sendiri.
Menurut Amsal, orang yang paling bahagia adalah orang bijaksana karena dia berpegang teguh kepada kebenaran dan mencari kebenaran.  Blaise Pascal mengatakan “tidak ada hal yang mampu membuat kita bahagia, kecuali keinginan yang tulus untuk mencari kebenaran.” Hidup mereka sederhana: menjalankan kebenaran dan mencari kebenaran. Mereka makan seadanya, minum seadanya. Bagi mereka itu cukup, asalkan tujuan mereka dapat tercapai, yaitu KEBENARAN. Itulah orang bijaksana.


No comments:

Post a Comment

Artikel Terpopuler

Saturn Devouring His Son - Fransico Goya (1819)

Salah satu lukisan yang paling mengerikan sepanjang sejarah: Saturn devouring his son yang dilukis oleh pelukis spanyol Francisco Goya (18...