Wednesday 13 December 2017

Lukisan Massacre of the innocents in betlehem - Rubens.


Di malam itu, seorang raja mendengar berita bahwa telah lahir seorang raja. Sebab berita itu, hasratnya ingin terus berkuasa terusik. Karena orang-orang tersebut tidak mau memberitahu dimana anak tersebut lahir, maka sang raja terbesir pikiran untuk menghalalkan segala cara. Mungkin pikirannya gundah, mungkin hatinya tidak tega, merasa apa yang ingin dia lakukan sesuatu yang teramat kejam. Namun hasrat ingin berkuasa lebih besar dari nilai-nilai kemanusiaan. Setelah berpikir lama, maka dia membulatkan tekat: *kesuksesan harus ada pengorbanan. Termasuk mengorbankan nyawa sesama.* Setelah keputusan bulat, dia memanggil para tentara nya dan memerintahkan, *hari ini, anda semua mendapatkan kehormatan untuk melayani sang raja. Hari ini kalian dipercaya untuk mempertahankan kekuasaan. Hari ini telah hadir seorang yang ingin berkuasa.* Sang Raja melakukan kampanye dengan segala bujuk rayu bahkan janji-janji kosong agar para tentara merasa sedang melakukan sebuah keputusan mulai dengan tindakan-tindakan irrasional dan tidak manusiawi. Sang raja melanjutkan, *kalian semua, pergi ke seluruh sudut kota Betlehem dan bunuh semua anak bayi laki-laki di sana. Karena diantara mereka ada yang ingin merebut kekuasaan raja.*
Maka dengan bergegas seluruh tentara menghampiri kota kecil bernama Betlehem kemudian menyisiri seluruh jalan dan mengetuh seluruh rumah yang ada dan mengambil semua bayi laki-laki yang mereka temukan. Tidak peduli apakah itu keponakan mereka sendiri, tidak peduli apakah itu anak dari adiknya sendiri, mereka membunuh semua dengan pedang. Melihat kejadian tersebut, tentu para ibu dari bayi-bayi tersebut tidak tinggal diam (pada lukisan bagian kiri dan kanan). Melihat hal tersebut mereka melawan agar bayi mereka tidak dibunuh, namun apalah daya mereka. Mereka hanya wanita yang lemah dan tidak mampu menyaingi tenaga para tentara yang terlatih. Satu demi satu ibu tersebut melihat anak mereka ditusuk dan dibunuh. Ada ibu-ibu (di bagian tengah lukisan) yang sudah tidak berdaya dan mengangkat kain bayinya yang terkoyak-koyak, dia memperlihatkan mata yang putus asa dan tanpa harapan. Malam itu dipenuhi dengan jeritan para ibu yang melihat anak mereka sendiri dibantai dengan kejam. Ketika matahari terbit, maka seluruh kota bisa memandang mayat bayi-bayi yang tidak mengerti hasrat kekuasaan sang raja dan mengapa mereka harus dibunuh.
Nafsu berkuasa dan syahwat politik memang membuat kita menjadi orang yang membuang rasa kemanusiaan. Hasrat kekuasaan kita mungkin membuat kita memperdaya orang-orang yang tidak berpikiran panjang untuk melakukan berbagai macam tindakan yang tidak rasional dan melakukan keputusan-keputusan yang berlandaskan kepercayaan yang tidak mendasar.
Selamat hari natal, hari yang bukan saja untuk memperingati hari lahirnya sang penebus tetapi juga hari pembantaian, hari matinya hati nurani orang-orang yang ingin berkuasa.

No comments:

Post a Comment

Artikel Terpopuler

Saturn Devouring His Son - Fransico Goya (1819)

Salah satu lukisan yang paling mengerikan sepanjang sejarah: Saturn devouring his son yang dilukis oleh pelukis spanyol Francisco Goya (18...