Saturday 22 August 2015

Sudahkah Kita Menjadi Seorang Yang Beragama Dalam Pengertian Yang Hakiki?

Agama seharusnya menjadi sebuah alat yang membuat manusia menyadari kebaikan dan memampukan manusia untuk bisa membedakan apa yang baik dan yang tidak baik. Membedakan disini bukan hanya sebatas pengetahuan, tetapi juga berarti mempraktikkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Seringkali kita sebagai seorang manusia yang secara tidak sadar dipengaruhi oleh konsep dualisme Plato yang membedakan dua jenis dunia: ide dan realita. Kemudian kita menempatkan agama atau ibadah di dalam ranah ide, dan menganggap bahwa segala sesuatu yang bersifat ide adalah sesuatu yang tidak realistis, yang sulit dijalankan di dalam realita, merupakan sebuah utophia. Sehingga karena konsep pemikiran yang seperti ini maka kita tidak pernah memiliki semangat yang besar untuk mempraktikkan ide-ide agama di dalam dunia realita karena merasa bahwa hal tersebut bukanlah sesuatu yang kontekstual di dalam kehidupan kita.
Kerusakan manusia yang beragama dimulai dengan konsep yang keliru ini. Tidak mengherankan manusia agama adalah manusia yang paling munafik. Di tempat ibadah mereka seperti makhluk yang lebih rohani dari malaikat, tetapi di dalam kehidupan sehari-hari lebih jahat dari setan sekalipun. Kita hanya menggunakan bahasa-bahasa agama hanya sebagai bahasa latah, seperti yang kita sering dengarkan di dalam film-film Holywood : “Oh my God, Oh Sweet Jesus, etc..etc..” padahal kehidupan kita jauh dari agama meskipun kita begitu paham konsep-konsep agama tersebut. Mengapa? Karena kehidupan kita adalah kehidupan yang mempraktikkan dunia Platonis. Dengan kata lain bahwa agama kita adalah Platonisme. Agama dalam arti yang sesungguhnya adalah sebuah kepercayaan yang membuat manusia untuk mengerti bagaimana cara menjalani kehidupan dihadapan Pencipta dan dihadapan sesama. Jadi, bukan sekadar pengetahuan tetapi juga sebuah hal yang dijalankan.

Sudahkah kita menjadi seorang yang beragama dalam pengertian yang hakiki? Coba renungkan pertanyaan ini. 

No comments:

Post a Comment

Artikel Terpopuler

Saturn Devouring His Son - Fransico Goya (1819)

Salah satu lukisan yang paling mengerikan sepanjang sejarah: Saturn devouring his son yang dilukis oleh pelukis spanyol Francisco Goya (18...